MA Tolak Kasasi eks Direktur Pertamina EPC ADK, Tetap Dibui 10 Tahun

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak upaya kasasi mantan Direktur Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu Alas Dara Kemuning (EPC ADK), Perry Widyananda.

Oleh karena itu, Perry tetap dihukum 10 tahun penjara karena korupsi pengeboran minyak dengan proyek senilai lebih dari Rp 400 miliar.

Baca juga : Prabowo-Gibran Dinilai Tidak Perlu Menambah Kemenko Baru

"Amar putusan tolak JPU dan terdakwa," demikian bunyi putusan MA, Rabu (10/11/2021).

Duduk sebagai ketua majelis Suhadi dengan anggota Agus Yunianto dan Gazalba Saleh. Duduk sebagai panitera pengganti dalam perkara 3936 K/PID.SUS/2021 adalah Agustina Dyah Prasetyaningsih.

Baca juga : Anies : Yang Tidak Dapat Amanah Konstitusi Berada di Luar Kabinet

Sebagaimana diketahui, kasus bermula saat Perry mengajukan usulan re-rentry ke SKK Migas sebanyak 4 sumur pada 2014. Kemudian disetujui menjadi 5 sumur dengan total nilai Authorization for Expenditure (AFE) kelima sumur sebesar USD 35 juta.

Dalam pelaksanaannya, Perry membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar USD 34 juta (sekitar Rp 484 miliar, kurs 10 November 2021-red).

Baca juga : Meski Gencatan Senjata, G20 : Tak Ada Konsensus Solusi 2 Negara

Sebelum dilakukan pelelangan, Perry melakukan serangkaian pertemuan dengan calon peserta tender. Selanjutnya terjadi runutan patgulipat sehingga tender pengeboran itu bermasalah. Perry kemudian dihadirkan jaksa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada 15 Juli 2020, PN Jakpus menyatakan Perry telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum. Perry dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atas hal itu, Perry mengajukan banding dengan harapan hukumannya diringankan. Adapun jaksa mengajukan banding dengan harapan Perry dihukum 12 tahun penjara. Apa kata majelis tinggi?

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ujar majelis yang diketuai M Yusuf, dengan anggota Sri Andini, Singgih Budi Prakoso, Jeldi Ramadan, dan Alfat Akbar

PT DKI Jakarta memperberat hukuman dengan alasan kerugian negara yang ditimbulkan oleh perbuatan Perry cukup besar. Selain itu, memperberat pidana bagi koruptor supaya memberi efek jera dan diharapkan akan memutus mata rantai korupsi.

"Bahwa perbuatan Terdakwa amat tidak terpuji karena sudah dari sejak awal telah berniat untuk korupsi dan menciptakan peluang untuk korupsi dengan bekerja sama dengan Andy Rieke Lam selaku Direktur PT ABS agar tender dimenangkan oleh PT ABS untuk memuluskan persekongkolan jahatnya," ujar ketua majelis pada Desember 2020.

Pembelaan Perry dan Andy

Perry mengajukan banding atas putusan PN Jakpus. Tetapi ia tidak mengajukan memori banding. Perry juga tidak mengajukan kontra-memori banding atas memori banding jaksa.

Dalam putusan banding, tertuang ringkasan memori banding dari kuasa hukum terdakwa yang pada pokoknya meminta terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). Alasannya antara lain:

1. Judex factie tingkat pertama telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum di dalam putusan judex factie terkait unsur setiap orang juncto unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sebagaimana di atur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 19199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001.

2. Judex factie telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum dalam putusannya, terkait unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

3. Judex factie keliru dan salah dalam memberikan pertimbangan hukum dalam putusan terkait unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, karena dalam faktanya tidak ada kerugian yang nyata dalam perkara a quo.

4. Judex factie keliru dan salah dalam menerapkan hukum tentang kerugian keuangan negara atau perekonomian Negara.