Dibalik Keputusan Tax Amnesty II, Siapa Dalangnya?

Jakarta, law-justice.co - Tax Amnesty jilid II bakal dimulai pada 1 Januari-30 Juni 2022. Keputusan ini dipertanyakan banyak pihak, siapa sebenarnya dalang utama yang mendorong adanya kebijakan tersebut?


Kalangan pengusaha buka-bukaan mengenai tax amnesty jilid II yang merupakan usulan dari para pelaku usaha. Di mana tax amnesty jilid II masuk dalam UU terbaru yakni Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disusun dengan nama Program Pengungkapan Sukarela.

Baca juga : Menkeu Sebut Anggaran Bansos Rp43 T Naik 20 Persen

"Kenapa TA kedua ini yang dikatakan oleh masyarakat diadakan?, ini kan sebenarnya asal-usulnya itu permintaan dari para pengusaha. jadi ini pengusaha yang minta," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin, Suryadi Sasmita dalam sosialisasi UU HPP, dikutip dari CNBCIndonesia, Sabtu (30/10/2021)


Pemerintah mengakomodir permintaan pengusaha itu lewat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Suryadi juga membeberkan alasan pengusaha meminta diselenggarakan tax amnesty jilid II lantaran partisipasi wajib pajak (WP) dalam program tax amnesty jilid satu sangat sedikit dibandingkan jumlah wajib pajak yang ada.

Baca juga : Rampung Satu Putaran, Dana Pilpres 2024 Masih Sisa Rp12 T

"Pengusaha minta, kenapa? karena tempo hari itu cuma kurang lebih 1 juta orang. Sedangkan ya WP itu ada kurang lebih hampir 40 juta yang bisa ikut, tapi yang ikut cuma 1 juta," tuturnya.

Rendahnya partisipasi wajib pajak yang ikut tax amnesty jilid I, lanjut Suryadi karena ada kekhawatiran bahwa program tersebut merupakan jebakan dari pemerintah.

Baca juga : Sri Mulyani Tegaskan K/L Bisa Ajukan Pembukaan Blokir Anggaran

"Jadi waktu itu mereka berpikir kemungkinan dulu jebakan. Maka dari itu, ini adalah kesempatan lah bagi semua teman-teman di Kadin seluruh Indonesia yang saya hormati. Tentu kasih tahu sama semua para pengusaha di seluruh Indonesia bahwa ini adalah satu kesempatan," jelas dia.

Mengapa dia menyebut tax amnesty jilid II ini sebagai kesempatan para pengusaha? sebab pada dasarnya pemerintah bisa mengintip harta wajib pajak WNI di luar negeri. Pasalnya, saat ini ada Automatic Exchange Of Information (AEOI), sistem pertukaran informasi rekening wajib pajak antarnegara.

"Itu sebenarnya sudah ada data, datanya cukup banyak yang mana sebenarnya tinggal di periksa-periksain terus. Jadi sebelum diperiksain ya udah ikut aja (tax amnesty jilid II) kan jadi aman, daripada hidup deg-degan kan lebih baik diikutsertakan saja," tambah Suryadi.

Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan jadwal tax amnesty jilid II ini akan berlaku mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022.

"Program Pengungkapan Sukarela yaitu untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, program ini dalam undang-undang dalam HPP berlakunya hanya 6 bulan, 1 Januari sampai 30 Juni 2022," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Kamis (7/10/2021).

 

Terkait pelaksanaan Tax Amnesty jilid II, berikut ini penjelasannya:


Kategori I


Subjek pada kategori ini adalah wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty. Dengan basis aset yaitu per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti tax amnesty jilid I.

Peserta bisa mendapatkan tarif PPh final rendah apabila sebagian besar hartanya diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energi. Dengan rincian tarif PPh final yaitu:

11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.

Kategori II


Subyek pada kategori ini adalah wajib pajak orang pribadi dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 dengan membayar PPh Final sebesar:

18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.