Walau Ada Covid, Petani Sawit Tetap Produktif & Butuh PSR BPDPKS

law-justice.co - Ratusan petani sawit yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur Desa Pangkalan Baru Siak Hulu, Kampar, Riau (KOPSA-M) sedang berusaha untuk mendapatkan bantuan dana pengelolaan peremajaan kelapa sawit. Para petani sawit selama ini sudah berpuluh-puluh tahun mengelola areal sawit seluas 400 hektar tersebut.

Menurut Ketua KOPSA-M Anthony Hamzah kepada Law-Justice.co saat dihubungi dari Jakarta, beberapa waktu lalu mengatakan 400 hektare lahan sawit milik petani itu telah beralih kepemilikan secara sepihak menjadi atas nama PT Langgam Harmuni. 

Baca juga : Pengusaha Segera Gugat Pemerintah Rp 344 Miliar

"Padahal data-data kepemilikan lahan berupa SHM (Surat Hak Milik) masih atas nama petani yang sekarang dijaminkan di bank Mandiri sebagai agunan pembangunan kebun. Sedangkan lahan yang sudah  dikuasai oleh PT Langgam Harmuni seluas 400 hektare," kata Disna Riantina, Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria Setara Institute, kepada Law-Justice.co, di Jakarta, Sabtu (9/10/2021).

Walaupun begitu, petani sawit setempat masih terus berusaha mengelola dan meremajakan tanaman sawit yang sudah berumur tersebut. Salah satu petani sawit yang tergabung dalam KOPSA-M, Mardius, mengatakan kepada wartawan Law-Justice.co bahwa mereka menguasai fisik lahan sawit tersebut dan berharap hasil sawitnya bisa mereka nikmati.

Baca juga : Tumpang Tindih Aturan, Ganjar-Mahfud Bakal Perkuat Peran BPDPKS

Bantuan Dana Sawit dari BPDPKS

Mardius menuturkan, pihaknya pada awal tahun 2020, pernah mengajukan proposal bantuan dana kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk program peremajaan sawit milik petani KOPSA-M. 

Baca juga : PalmCo Berpotensi Jadi Pemilik Lahan Sawit Terluas di Dunia

KOPSA-M kemudian mengajukan proposal dana lewat aplikasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) online. Persyaratan dokumen untuk peremajaan sawit seluas 224 hektare pun dipenuhi. Namun, ketika sampai tahap verifikasi di tingkat Dinas Perkebunan (Disbun) Kampar, ternyata pengajuan mereka dimentahkan lagi.

"Pengajuan kita sampai saat ini belum diverifikasi oleh Disbun.," lanjut Mardius. Dinas Perkebunan menyatakan tak bisa memverifikasi pengajuan dana dengan alasan surat yang dikeluarkan Bank Mandiri. 

Petani sawit dalam naungan KOPSA-M kecewa dengan penolakan Dinas Perkebunan Kampar. Sebab, dalam regulasi pengajuan dana BPDPKS, tak ada pelarangan petani mengajukan dana yang sedang dalam masa kredit berjalan dengan kreditur lain.

Lagi pula, persyaratan petani KOPSA-M mengajukan dana tersebut sudah cukup kuat, antara lain karena kondisi kebun sawit sudah tidak produktif. Padahal kita semua petani berharap ini kebun bisa jadi produktif lagi," lanjutnya.

Beberapa LSM yang membantu para petani tersebut, seperti SETARA dan INFID, juga berharap agar pemerintah pusat maupun daerah serta BPDPKS bisa membantu memberdayakan para petani sawit ini agar bisa meremajakan tanaman sawit mereka.

Para petani sawit juga berharap tim BPDPKS bisa turun ke lokasi untuk mengecek bahwa para petani memang membutuhkan dana segar untuk meremajakan kebun kelapa sawit yang memang sudah tidak produktif. 

Selain itu petani meminta agar dalam proses pengajuan bantuan dan kelapa sawit itu tidak terlalu birokratis dan membutuhkan proses verifikasi yang panjang, lanjut Mardius. 

Dari pemantauan kontributor Law-Justice.co di lokasi lahan sawit milik Koperasi Petani Sawit, memang banyak lahan sawit yang sudah tidak produktif lagi. Sehingga kalau dibiarkan terus akan jadi terlantar dan lahannya bisa diambil alih pihak lain, seperti dalam kasus yang terjadi sekarang ini. Melihat kondisi obyektif di lokasi lahan sawit yang tidak lagi produktif ini, sepertinya tim BPDPKS perlu turun ke lokasi untuk bisa merespon aspirasi para petani sawit ini.

Walau Ada Covid-19, Petani Sawit Survive

Menurut data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengatakan petani sawit adalah kelompok yang "kuat dan kebal" terhadap dampak pandemi. "Faktanya, bahwa justru petani sawit itu kuat dalam menghadapi badai Covid-19, baik secara kesehatan maupun secara ekonomi,".

Terbukti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Apkasindo bahwa sebanyak 83 persen masyarakat di desa petani sawit anggota Apkasindo tidak terinfeksi Covid-19. Data survei itu juga menunjukkan kegiatan panen di kebun sawit tidak berubah sejak pandemi hingga saat ini, jumlah panen TBS pun tak ada bedanya dibandingkan sebelum terjadi pandemi Covid-19.

Pabrik kelapa sawit tetap menerima TBS yang dijual petani seperti biasanya, harga TBS tidak turun, dan pendapatan petani pun tetap semenjak adanya Covid-19. Berdasarkan data terbaru yang dimiliki oleh Apkasindo, pendapatan petani sawit kurang lebih Rp 4,6 juta sampai 5 juta per bulan. Besaran pendapatan itu stabil dan tidak menurun sejak terjadi pandemi.

Besaran pendapatan tersebut diambil dari sebagian besar profil petani sawit yang memiliki lahan 4,18 hektar per petani dikalikan dengan penghasilan sebesar Rp1,1 juta per hektar per bulan dari produksi TBS rata-rata 2,1 ton per hektar per bulan.

Menariknya, rata-rata pendapatan tersebut dihasilkan dari kebun sawit yang sebagian besar usianya tidak produktif lagi dalam menghasilkan tandan buah segar. Dan fakta itu bisa dilihat dari tanaman sawit yang dikelola anggota Koperasi Petani Sawit Makmur, Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau (KOPSA-M).

Berkaca dari fakta tersebut, pendapatan petani sawit setempat masih memiliki potensi produksi yang lebih tinggi lagi apabila produktivitas kebun sawit digencarkan terus melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang menjadi prioritas oleh pemerintah dan instansi terkait, termasuk menjadi salah satu program kerja BPDPKS.