Di Bangun di Batam, TOBA Dapat Proyek PLTS Terapung Terbesar di Dunia

Jakarta, law-justice.co - Beberapa waktu lalu, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), atau dulu bernama PT Toba Bara Sejahtra Tbk. (TOBA), emiten batu bara yang sahamnya juga dipegang oleh Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengumumkan telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).

Kerja sama ini terkait dengan rencana pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (Floating Solar PV) di wilayah Waduk Tembesi, Batam.

Baca juga : Pemilik Sriwijaya Air Kini Terseret Korupsi Timah

Penandatanganan ini dilakukan melalui anak usahanya, PT Toba Bara Energi (TBAE), pada 12 Agustus 2021 lalu.

Dalam keterangan resmi yang terbit di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Direktur Utama Toba Bara Dicky Yordan mengatakan bahwa ruang lingkup nota kesepahaman ini meliputi dukungan fasilitas, pertukaran data, peninjauan lapangan, pra-studi kelayakan investasi dalam aspek hukum, teknis, bisnis dan lingkungan.

Baca juga : PDIP Sebut Jokowi dan Anak Mantunya Bagian dari Masa Lalu Partai

Selain itu pihak manajemen juga mengatakan akan melakukan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai peraturan yang berlaku, juga penyiapan komite kerja sama serta pendampingan bantuan untuk pemenuhan kelengkapan seluruh izin yang diperlukan.

"Direksi, dewan komisaris dan pemegang saham utama emiten dan Toba Bara Energi tidak memiliki hubungan afiliasi dengan BP Batam," kata Dicky, dikutip CNBC Indonesia dari keterbukaan informasi, beberapa waktu lalu.

Baca juga : Akhiri Konflik Dua Negara, Hamas Siap Letakkan Senjata, Ini Syaratnya

Lebih lanjut Dicky menambahkan "penandatanganan nota kesepahaman ini tidak mempengaruhi kegiatan operasional yang saat ini berjalan dan secara jangka panjang akan memperkuat kondisi keuangan emiten," katanya tanpa menyebutkan nilai proyek.

Terkait dengan pemegang saham, sebelumnya Menko Luhut membeberkan kepemilikan sahamnya di TOBA yang dimiliki lewat PT Toba Sejahtra.

"Saya mempunyai saham di Toba Bara Sejahtra, tapi sekarang saya tinggal 10 persen di situ [Toba Bara Sejahtra], itu saja," kata Luhut di kantornya, Rabu (27/2),

Kerjasama Singapura dan Batam

Rencana PLTS ini mulai dengan terjalin lewat nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan perusahaan SunSeap Group asal Singapura, pertengahan Juli 2021. SunSeap Group adalah perusahaan penyedia energi terbarukan terbesar di Singapura, berdiri pada 2011.

PLTS pakai sistem fotovoltaik terapung floating photovoltaic system (FPV) dan sistem penyimpanan energy storage system (ESS) di atas Waduk Duriangkang dengan nilai proyek Rp29 triliun.

Frank Phuan, Cofounder and CEO SunSeap Group Pte. Ltd., mengatakan, proyek ini sangat penting karena bukti komitmen Indonesia melawan perubahan iklim dan pengurangan jejak karbon melalui pembangkit energi terbarukan.

“Saya sangat menghargai komitmen dan upaya BP Batam. Kami di SunSeap berkomitmen jadi mitra dalam membangun FPV dan ESS terbesar di dunia,” katanya.

Dia berterimakasih kasih kepada BP Batam, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian dan Kedutaan Besar Indonesia untuk Singapura atas dukungan keberlanjutan proyek ini.

SunSeap Group, katanya, merasa terhormat diberi kesempatan bermitra dengan BP Batam dalam membantu mempromosikan pembangunan berkelanjutan di kawasan ini. Terutama, menghadirkan energi terbarukan, terjangkau dan stabil ke Batam dan sekitar.

“Proyek hyperscale ini tonggak penting bagi Sunseap setelah menyelesaikan tenaga surya terapung di lepas pantai pertama Singapura yaitu di sepanjang Selat Johor. Kami percaya, tata surya terapung akan sangat membantu mengatasi kendala lahan yang jadi bagian urbanisasi di Asia Tenggara,” katanya.

Berdasarkan MoU ini, Sunseap akan mengembangkan FPV dan ESS di Waduk Duriangkang di selatan Pulau Batam. FPV akan berkapasitas 2,2 GWp dan membentang sekitar 1.600 hektar, jadikan FPV terbesar di dunia hingga kini.

ESS juga berencana jadi ESS terbesar dengan kapasitas penyimpanan lebih besar dari 4.000 MWhr.

Waduk Duriangkang merupakan waduk terbesar di Batam dan awalnya merupakan teluk air asin. Dengan volume 101,2 juta m3, Waduk Duriangkang mendukung lebih dari 50% pasokan air bersih warga Batam.

Dalam situs resmi SunSeap Group, panel surya terapung akan bermanfaat mengurangi penguapan hingga menahan lebih banyak air di dalam reservoir. Air juga akan menjaga panel surya tetap dingin hingga panel dapat menghasilkan lebih banyak energi.

Sunseap mengharapkan, pembangkit listrik tenaga surya untuk menghasilkan lebih dari 2.600 GWh listrik per tahun, berpotensi mengimbangi lebih dari 1,8 juta metrik ton karbon per tahun. Ini setara mengambil lebih dari 400.000 mobil dari jalan setiap tahun.

Sunseap juga berencana mendirikan Sunseap Academy di Batam, yang akan merekrut dan transfer keahlian ke untuk 3.000 penduduk lokal yang akan terlibat dalam membangun FPV dan ESS terbesar di dunia.

Sunseap mengatakan, energi yang dihasilkan dan disimpan akan memasok energi surya non-intermiten 24/7. Sebagian dari energi hijau akan dikonsumsi di Batam, sisanya berpotensi ekspor ke Singapura, yang berjarak sekitar 50 km melalui kabel bawah laut.

Dalam MoU secara virtual itu, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi mengatakan, kerjasama ini bukti investasi di Kota Batam tetap tumbuh meskipun dalam masa pandemi COVID-19.

BP Batam akan mengawal proses dan implementasi sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian agar dapat terlaksana baik dan tepat waktu. Pembangunan proyek juga akan menyerap tenaga kerja cukup banyak. Rudi berharap, pekerja lokal akan bekerja untuk pembangunan itu.

“Lapangan pekerjaan akan tercipta nanti, sekitar 3.000 pekerja dibutuhka. Saya ingin pekerja lokal bekerja sesuai kemampuan masing-masing.”

SunSeap Group, katanya, akan memasang panel surya di atas waduk dengan mengambang, menghasilkan energi listrik cukup besar. Daya PLTS terapung ini akan ekspor ke Singapura. “Tahun ini akan mulai, semua perizinan akan diurus terlebih dahulu.”

PLTS terapung, katanya, akan memberikan banyak manfaat, seperti mengurangi emisi gas karbon, dan mendorong pencapaian target penggunaan energi terbarukan. Juga, mendorong investasi di Batam, meningkatkan potensi pendapatan PNBP BP Batam dan meningkatkan kapasitas kesediaan listrik di Batam, serta mendukung industri lain.

Setelah penandatanganan MoU, katanya, akan dibentuk tim bersama untuk membuat kajian kelayakan dan lingkungan. Mereka juga menyiapkan perizinan dan relaksasi regulasi selama 12 bulan. Pembangunan PLTS diperkirakan memakan waktu selama 36 bulan.

Proyek ini akan dibiayai melalui campuran pinjaman bank dan sumber daya internal. Konstruksi akan mulai pada 2022 dan target selesai 2024.

Selain dengan SunSeap, BP Batam juga akan bangun PLTS terapung kerjasama dengan perusahaan lokal, PT TBS Energi Utama (Toba), anak perusahaan group PT Toba Sejahtera milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

Rencana investasi ini mulai dengan menandatangani MoU antara BP Batam dengan Toba, 12 Agustus lalu, selang satu bulan setelah MoU BP dengan SunSeap Group.

SunSeap membangun PLTS terapung di Waduk Duriangkang, sedangkan Toba mendapat lokasi PLTS terapung di Waduk Tembesi. Kedua waduk ini berfungsi sama yaitu penyedia air baku untuk jutaan masyarakat Kota Batam.

Saat tandatangan kesepakatan, Toba menargetkan PLTS terapung mereka dapat memasok daya listrik 333 megawatt. Perusahaan ini juga memastikan proyek ini ramah lingkungan.

Nizar Rachman, Komisaris Toba mengatakan, PLTS terapung hanya memanfaatkan bagian permukaan waduk. Artinya, tidak akan terjadi pengerukan yang menimbulkan dampak lingkungan.

“Dari kajian kami, tidak ada dampak negatif bagi lingkungan yang ditimbulkan dari proyek panel surya ini,” katanya di Gedung BP Batam, 12 Agustus 2021.

Dia bilang, berdasarkan aturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dari total luas Waduk Tembesi 842 hektar hanya boleh untuk pemasangan PLTS terapung 5%.

Perusahaan akan selalu terbuka dalam melaksanakan proyek apapun, apalagi menyangkut soal lingkungan. “Kami akan lakukan kajian dampak lingkungan dulu.”

Nizar berjanji memberdayakan program dana tanggung jawab perusahaan untuk masyarakat lokal.

PLTS, katanya, akan mengurangi emisi karbon, dibandingkan PLTU saat ini. “Transformasi ke energi terbarukan tidak hanya memberi manfaat ekonomi, tetapi dampak sosial juga,” katanya.

Muhammad Rudi, meyakinkan, investasi PLTS terapung ini tidak akan mengganggu kualitas waduk. “Apalagi sudah diatur hanya bisa dimanfaatkan 5% permukaan waduk, pemasangan alat-alat penghasil listrik itu tidak akan mengganggu lingkungan.”

Perlu kajian

Satrio Swandiko Prillianto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpace Indonesia mengatakan, rencana pengembangan PLTS terapung di atas waduk sangat memungkinkan. Dengan pakai energi surya, bisa menekan krisis iklim—yang jadi masalah global.

Meskipun begitu, katanya, pemerintah harus melakukan analisis matang, jangan sampai menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru. “Ini menyelesaikan masalah global, tetapi jangan abaikan ekosistem lokal yang di kawasan itu,” katanya kepada Mongabay.

Pembangunan PLTS terapung masih baru di Indonesia. Satu PLTS terapung di Waduk Cirata, Bandung dan Universitas Indonesia. “Tetapi itu dalam skala kecil, ini (PLTS terapung di Batam) sangat besar,” katanya.

Pemerintah daerah, katanya, harus memperhatikan beberapa hal dalam pembangunan PLTS terapung ini seperti memastikan tak ada ekosistem terganggu di bawah waduk. “Dampak positifnya tentu saja ada, otomatis ketika waduk ditutup penguapan air ketika kemarau akan berkurang hingga ketersediaan air akan terjaga,” kata Satrio.

PLTS terapung tak mesti di waduk, bisa di laut seperti di Singapura tetapi ongkos besar. Selain itu, katanya, jangan sampai pembangunan di Kota Batam, yang menikmati negara lain.

Azhari Hamid, pegiat lingkungan Kota Batam, mengatakan, pemerintah harus berhati-hati menjalankan proyek PLTS terapung, karena air di waduk hampir 70% digunakan masyarakat Batam.

“Karena dam (waduk) itu sumber air baku kepentingan hajat orang banyak,” kata pria yang pernah jadi Ketua Komite Perlindungan Lingkungan Hidup (KPLHI) Kota Batam ini.

Azhari menyebutkan, ada beberapa hal perlu diperhatikan ketika PLTS terapung dibangun. Pertama, penutupan waduk akan membunuh bakteri jasad renik dalam danau. Jasad renik ini berguna menyaring air waduk yang dipenuhi limbah rumah tangga, setelah digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

Jasad renik akan hilang ketika tidak mendapatkan sinar matahari. Begitu juga dengan ekosistem lain di dalam waduk.

Kedua, perawatan silikon untuk membangun PLTS, katanya, akan menyisakan limbah dari proses pembersihan. “Belum lagi ada alat-alat tersisa atau pecah, itu jatuhnya pasti ke dalam waduk,” kata Azhari.

Belum lagi, modul penyangga silikon PLTS terapung yang terbuat dari besi atau plastik. Secara ilmiah setiap benda yang terkena sinar matahari pasti akan meluruh. Seperti bahan dari bahan plastik akan menciptakan uraian mikro plastik ketika diterpa panas sinar matahari dan panas dari modul.

“Jika modul plastik akan bersifat korosi atau karat, jatuhnya tentu ke dalam waduk.”

Begitu juga, kata Ahzari, dalam jangka panjang silikon panel surya ada masa waktu penggunaan, kalau sudah konsesi habis diganti. Silikon dengan luas PLTS sebesar itu akan jadi limbah.

Perusahaan PLTS tentu lebih memilih membangun di waduk atau danau, ongkos lebih murah. Kalau pembangunan di laut akan mengakibat korosi dengan cepat, gelombang laut, keamanan dan lain-lain.

“Menurut saya lebih bagus di laut atau di atas ruko di Batam untuk kepentingan orang banyak,” katanya.

Azhari mengatakan, panel surya memang paling bagus sebagai energi terbarukan, namun perlu lahan untuk membangun proyek ini. “Saya menyayangkan dibangun di atas waduk, nanti kalau masyarakat minum kandungan air korosi tinggi siapa yang mau tangung jawab?”

Belum lagi dari segi bisnis, katanya, dia khawatir semua hasil PLTS terapung ini akan dibawa ke Singapura. Negara singa putih ini, katanya, memerlukan energi besar. “Jangan sampai kita hanya kebagian limbah.”

Azhari tidak yakin, proyek ini akan memberikan pendapatan besar bagi Batam, apalagi lahan punya BP Batam yang secara tidak langsung langsung ke pemerintah pusat. “Air ini sangat dibutuhkan masyarakat Batam, harus dijaga dengan baik. Ketika tetes air terakhir di bumi hilang, seberapapun banyak uang tidak ada gunanya,” katanya.

Yudi Kurnain, anggota DPRD Kepulauan Riau (Kepri), akan mendalami rencana BP Batam ini. Segala pembangunan, katanya, tak boleh abai lingkungan hidup.

“Harapan kita, semua rencana pembangunan tidak memberikan efek negatif, jangan sembrono atau barbaran.”

Begitu juga soal pemanfaat setelah hasilkan energi, katanya, jangan sampai tak bermanfaat bagi warga Batam. Yudi contohkan, penambangan gas di Kabupaten Natuna untuk Singapura.