Komandan Densus 88 Buka Suara soal Usulan Fadli Zon-Penemuan 35 kg Bom

Jakarta, law-justice.co - Komandan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, Irjen Pol Martinus Hukom menyatakan ada konflik batin yang menghantui Imam Mulyana, pentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Majalengka selama beberapa waktu.

Dia ditangkap tim Densus 88 pada September 2017 dan meringkuk di penjara Nusa Kambangan. Setelah bersumpah setia kepada NKRI dia dipindah ke rumah tahanan napi teroris di Sentul, Bogor.

Baca juga : Sesat,Bandingkan Depresiasi Rupiah dengan Uang Thailand, Korea & Turki

Meski sudah insyaf dan menyadari kesalahannya di masa lalu kata martinus, hati kecil Imam terus bergolak. Dia dan dua temannya pernah menyembunyikan bom siap ledak di kawasan Gunung Ciremai.

Andai dua rekannya bebas dari Nusa Kambangan lalu beraksi, tak terbayang berapa jumlah korban yang mungkin berjatuhan.

Baca juga : Tekanan pada Ekonomi Indonesia Semakin Kuat, Tugas Berat Presiden Baru

"Jadi memang ada jeda sekitar empat tahun sejak dia ditangkap sampai mau mengungkap adanya bom. Kami kaget sekali ketika dibilang menyimpan 25 kilogram bom," tutur Komandan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Irjen Pol Martinus Hukom seperti melansir detik.com.

Setelah berkoordinasi dengan BNPT yang sehari-hari membinanya, tim penjinak bom Densus membawa Imam untuk menelusuri lokasi bom yang disembunyikannya. Ternyata berada di ketinggian 1.456 meter Gunung Ciremai dengan jumlah 10 kilogram lebih banyak dari yang semula disebut Imam.

Baca juga : APBN Surplus, Pemerintah Tetap Tarik Utang

Bom jenis TATP (Triacetone Triperoxide) atau kerap disebut juga "Mother of Satan" itu masing-masing tersimpan dalam stoples 10 kg.

Di lokasi, pada 4 September 2021, Tim Densus juga menemukan gotri dalam botol plastik ukuran 250 ml, bahan peledak C1 dan 1,5 botol air minum yang berisi TATP yang sudah berubah warna. Tim penjinak memusnahkan (disposal) semua bahan berbahaya tersebut.

"Soal apa yang menjadi target dari penyiapan bom sebanyak itu belum terungkap. Masih misteri juga bagi kami," kata Martinus.

Dari kasus ini, jenderal kelahiran Maluku, 30 Januari 1969 itu ingin menggambarkan bagaimana para personel Densus 88 bekerja.

Selain langkah penegakan hukum, pendekatan yang humanis dan komunikasi intens dengan para tersangka dan terpidana terorisme kerap membuahkan hasil lebih optimal.

Imam Mulyana diringkus Tim Densus tiga jam sebelum Presiden Jokowi menghadiri acara penutupan kegiatan Festival Keraton Nusantara (FKN) ke IX pada 18 September 2017 di Tamah Gua Sunyaragi, Cirebon. Dia adalah buron setelah terlibat dalam aksi peledakan bom di malam tahun baru 2017 di Kota Bandung.

Saat ditangkap di pinggir jalan yang akan dilalui iring-iringan Presiden Jokowi, Imam menyimpan sebilah senjata tajam di balik bajunya. Dia berniat menyerang polisi dan merampas senjatanya.

Sayang, semua prestasi Tim Densus seperti dinihilkan oleh Wakil Ketua Umum, Gerindra Fadli Zon.

Dia menyebut Densus 88 terlalu Islamofobia dan perlu dibubarkan. Martinus Hukom merepons diplomatis.

"Itu bagian demokrasi, kami terima semua kritik sebagai bahan evaluasi. Silahkan dicek apa yang sedang Densus lakukan. Kalau ada satu saja rekayasa, itu pasti ketahuan," kata Martinus.