Tegas! PBNU Minta Setop Politisasi Covid dan Optimalisasi Fungsi KPK

Jakarta, law-justice.co - Dalam Munas dan Konbes NU 2021 itu, diputuskan beberapa rekomendasi baik dalam bidang politik, hukum dan keamanan serta bidang lainnya terhadap pemerintah.


Sekretaris Komisi Rekomendasi, M Kholid Syeirazi, mengatakan rekomendasi dalam bidang polhukam tidak ada perbedaan dalam drafang sudah disusun sebelumnya.
"Di bidang ini, tidak ada perubahan sama sekali," kata Kholid Syeirazi saat membaca hasil putusan sidang rapat Pleno Munas-Konbes NU 2021 hari ini.

Baca juga : Hutan yang Habis Dibabat Sejak Tahun 2001 Masuk Juga RI


Komisi Rekomendasi ini diketuai HZ Arifin Junaidi dan dibantu tim perumus draf rekomendasi yakni Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, Rumadi Ahmad dan Jaenal Effendi.


Dalam putusan di bidang polhukam, PBNU mendesak semua pejabat berhenti mempolitisasi isu pandemi COVID-19 dalam rangka kepentingan politik dan pencitraan. Pemerintah pusat dan daerah harus fokus dalam penanganan COVID-19 sebagai isu kesehatan dan kemanusiaan, bukan isu politik partisan.

Baca juga : Makanan yang Terbuang dan Menjadi Sampah di Indonesia Bernilai Rp551 T

"Komisi Rekomendasi mendorong pemerintah agar menunjukkan kepemimpinan politik yang baik dengan memperlihatkan kebijakan yang tidak ambivalen," ucap Kholid.


"Hal itu terlihat dari kebijakan yang memperketat mobilitas masyarakat di satu sisi, tetapi membiarkan pekerja asing masuk di sisi lain. Terutama pekerja dari negara episentrum pandemi, dapat merusak kepercayaan publik kepada pemerintah," tambah dia.

Baca juga : Erick Thohir: Jika BUMN Lebih Banyak Ruginya adalah Bodoh


Seluruh permasalahan yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 adalah kesenjangan rumah sakit dan puskesmas antara kota dan daerah. Sehingga pemerintah pusat dan daerah harus meningkatkan kapasitas dan keandalan puskesmas sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19. "Caranya, dengan menaikkan anggaran untuk menambah jumlah fasilitas dan tenaga kesehatan," ucap dia.


Munas-Konbes NU 2021 juga mendorong KPK agar mengawal secara intensif penggunaan anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional). Termasuk yang diperuntukkan untuk bantuan sosial dalam rangka memelihara good governance.


"Kepada KPK, perlu juga menaikkan kepercayaan publik pascarevisi UU KPK yang dilakukan pada 2019 dengan cara mengoptimalkan fungsi preventif dan penindakan dalam rangka memastikan seluruh belanja anggaran pandemi tepat guna dan sasaran," tutur dia.

 

PBNU Desak Pemerintah Perhatikan dan Lindungi Rakyat Kecil


Dalam rekomendasi di bidang kesejahteraan rakyat, PBNU mendesak pemerintah melakukan penguatan di berbagai regulasi yang menunjang kemaslahatan dan perlindungan rakyat kecil.


Beberapa regulasi harus diperkuat adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan strategi nasional pencegahan perkawinan anak.


Kholid mengatakan, kesejahteraan rakyat menjadi salah satu isu krusial yang disorot karena kelompok rentan seperti asisten rumah tangga (ART) bertambah. Hal ini berdasarkan data yang dirilis UNESCO pada 2020 masih sangat minim perlindungan terhadap risiko kerja bagi kelompok pekerja di sektor informal.

"Tak hanya itu, pandemi COVID-19 mengakibatkan kemaslahatan keluarga juga memburuk. Tekanan psikis yang berkepanjangan meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terutama terhadap anak dan perempuan. Angka perceraian pun naik," kata Kholid.


"Lebih dari 500.000 pasangan bercerai pada 2020, naik dibanding tahun 2019 sebesar 480.000. Permohonan dispensasi kawin karena belum cukup umur meningkat. Pandemi COVID-19 juga membuat ribuan anak kehilangan orang tuanya," tambah dia.


Kholid menjelaskan, layanan kesehatan dasar juga menurun. Pada 2020, 55 persen posyandu tidak memberikan imunisasi balita, 46 persen ibu hamil tidak mendapatkan layanan antenatal.


Kemudian akibat COVID-19, 30 persen keluarga mengalami tren penurunan gizi. Persoalan-persoalan ini harus menjadi perhatian pemerintah di tingkat makro dalam membuat strategi pembangunan lingkungan pendukung seperti penguatan program perlindungan sosial, penguatan jangkauan teknologi informasi dan pendekatan ekonomi yang berperspektif kerakyatan.

"Sementara pada tingkat mikro, pemerintah harus memastikan terpeliharanya akses atas layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. Hal ini dalam rangka memulihkan kehidupan warga yang berjangkar pada keluarga," ucap Kholid.

Selain itu, program pendidikan keluarga tangguh juga perlu diakselerasi untuk mencegah kehancuran keluarga akibat praktik-praktik membahayakan seperti KDRT, perkawinan anak, perkawinan tidak tercatat, serta perceraian.

Pemerintah perlu merumuskan strategi pemulihan kehidupan warga sebagai prioritas lebih tinggi daripada insentif kepada industri besar yang dapat meningkatkan kesenjangan di masa depan. "Strategi pemulihan dilakukan berbasis desa sebagai lokus pembangunan dan pemulihan kesejahteraan rakyat. Dengan perangkat sosial yang telah dikembangkan selama satu dekade terakhir, pemerintah juga perlu memperkuat strategi yang berakar pada kearifan tradisi sosial gotong-royong," ucap dia.

"Tradisi sosial seperti konsep Saling Jaga, Warga Bantu Warga, Jaga Tetangga, dan lain-lain perlu dikembangkan sebagai modal sosial untuk mempercepat pemulihan," tutur Kholid.