Dikejar Sri Mulyani, ini Sederet Utang Keluarga Bakrie ke Negara

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah masih terus mengejar utang dari Keluarga Bakrie. Anggota keluarga Bakrie saat ini dikejar dua tagihan utang hingga ratusan miliar. Mulai dari tagihan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk penyelesaian kewajiban debitur eks Bank Putera Multikarsas dan penyelesaian pinjaman utang Lapindo.


Dalam tagihan dana BLBI, Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie hari ini dipanggil oleh Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI). Mereka dipanggil bersama Andrus Roestam Moenaf, Pinkan Warrouw, dan Anton Setianto mewakili PT Usaha Mediatronika Nusantara.

Baca juga : Sikap Suhartoyo Dipertanyakan: Sempat Tolak Gibran-Terseret Kasus BLBI

Dalam surat dipanggil, perusahaan Bakrie Grup itu tercatat memiliki utang kepada negara sebanyak Rp 22,6 miliar. Mereka pun diminta hadir ke Gedung Syafrudin Prawiranegara Lantai 4 Utara, Kementerian Keuangan RI, JI. Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta Pusat pada 09.00-11.00 WIB.


Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani menyampaikan keluarga Bakrie hadir tetapi diwakili oleh Sri Hascaryo dari Bakrie Grup. Dia disebut menerima kuasa dari Nirwan Dermawan Bakrie.

Baca juga : Menteri Keuangan Ungkap soal Untung-Rugi Rupiah Ambrol ke Rp16.000

"PT Usaha Mediatronika Nusantara. Dihadiri oleh Sri Hascaryo dari Bakrie Grup yang menerima kuasa dari Nirwan Dermawan Bakrie," kata Tri Wahyuningsih, kepada awak media di Gedung Syafrudin Prawiranegara, Jakarta, Jumat (17/9/2021).

Tidak hanya BLBI, dari catatan detikcom Bakrie Group melalui anak usaha Lapindo Brantas Inc (LBI), yaitu PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) juga memiliki total utang dengan negara sebanyak Rp 773,382 miliar. Dana talangan itu didapat perusahaan Bakrie sejak 2007.

Baca juga : Ada Dusta Di Balik Jawaban Sri Mulyani di Mahkamah Konstitusi


Mulai dari Maret 2007, PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar. Namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.

Dalam perjanjian kala itu, perusahaan memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.


Setelah disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda atau Lunas pada 2019 lalu. Tetapi ternyata setelah perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil satu kali.

Berdasarkan catatan detikcom 5 Desember 2020, anak usaha Lapindo Brantas Inc itu baru membayar utang dana talangan pemerintah sebesar Rp 5 miliar.


Sementara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 1,91 triliun.

Dengan utang yang belum lunas itu, pemerintah terus mengejar utang dana talangan penanganan masalah lumpur Lapindo Sidoarjo. Hal itu dikatakan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban.

"Lapindo masih kita teliti. Pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan," kata Rio dalam bincang virtual bertajuk `Dukungan Aset Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan Perekonomian Nasional`, Jumat (30/4/2021).

Dengan melihat utang puluhan-ratusan miliar, tak heran kalau negara terus mengejar utang dari Bakrie Grup.