Awas Hukuman, Siapapun Berani Sembunyikan DPO Harun Masiku

law-justice.co - KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan ancaman pidana terhadap pihak yang sengaja menyembunyikan atau menghalangi pencarian dan penangkapan mantan calon legislator PDIP, Harun Masiku. Pasalnya ia merupakan buronan Interpol atas kasus dugaan suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR. Kasus ini  yang menjerat Harun Masiku bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020 lalu.

Pihak-pihak yang sengaja menyembunyikan Harun dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal tersebut, pihak yang merintangi proses penegakan hukum atau obstruction of justice diancam pidana maksimal 12 tahun penjara. "Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi, Senin (2/8).

Pasal itu menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Baca juga : Saksi : Dirjen Kementan Patungan Rp 500 Juta Belikan Anak SYL Mobil

Diketahui, pada 17 Januari 2020, KPK telah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) atas nama Harun Masiku yang diduga menyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Belakangan, Interpol telah menerbitkan red notice atas nama Harun Masiku.

Ali enggan menyampaikan informasi mengenai lokasi-lokasi yang sudah disisir tim penyidik dalam upaya memburu dan membekuk Harun. Ali hanya memastikan KPK berkomitmen menangkap Harun dan menuntaskan kasus suap PAW anggota DPR. "KPK masih terus berupaya menemukan DPO dimaksud baik pencarian di dalam negeri maupun kerja sama melalui NCB Interpol. Namun demikian, kami tentu tidak bisa menyampaikan tempat dan waktu pencarian karena itu teknis di lapangan yang tidak bisa kami publikasikan," pungkasnya.

Baca juga : KPK Masukkan Eks Kadis PUPR Papua ke Lapas Sukamiskin

Kasus yang menjerat Harun Masiku bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020 lalu. Saat itu, tim Satgas KPK membekuk sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU dan orang kepercayaannya yang merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.

Sementara, Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan seolah hilang ditelan bumi. Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali. Pada 16 Januari Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia. Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.

Baca juga : Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu, KPK Sita Uang Rp48,5 Miliar

Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia, belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia. Meski demikian, hingga saat ini, KPK yang telah meminta bantuan Kepolisian tak kunjung berhasil membekuk Harun Masiku. Padahal, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri yang terlibat perkara ini telah diproses hukum dan dijatuhi hukuman pidana. Belakangan, Interpol telah menerbitkan red notice atas nama Harun Masiku dan resmi menjadi buronan Interpol.