Erick Perketat Pembelian Obat Terapi Covid-19 di Apotek BUMN

Jakarta, law-justice.co - Kekhawatiran pemerintah akan adanya penimbunan obat terapi Covid-19 oleh oknum tertentu membuat pembelian obat di apotek BUMN diperketat. Hal itu dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk menghindari penimbunan obat oleh oknum tertentu yang memanfaatkan pandemi demi mengeruk keuntungan.

Ia menyebut pengetatan dilakukan dengan membatasi pembelian dan memberlakukan syarat; pembelian obat harus menggunakan resep dokter. Namun, ia tak menjelaskan berapa kuota maksimal yang bisa dibeli per orang di apotek BUMN.

Baca juga : Erick Thohir Sebut Verdonk dan Raven dalam Proses Naturalisasi

"Di lapangan kami perketat sehingga tidak ada penimbunan. Jadi ketika mereka membeli kita kuotakan dan sesuai resep dokter," jelasnya pada konferensi pers daring, Senin (26/7/2021).

Erick mengakui pengetatan dilakukan karena sebelumnya terdapat celah dalam sistem (loophole) penjualan obat di apotek BUMN yang sering dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk membeli dalam jumlah besar untuk dijual kembali dengan harga tinggi.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

Kendati begitu, Erick menyebut ia tak mau menyalahkan pihak mana pun. Ia mengatakan BUMN akan fokus untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit dan Kementerian Kesehatan.

"Takutnya kemarin ada loophole, kami tidak menyalahkan siapa-siapa. Misalnya ada 1 orang bisa membeli dengan jumlah yang besar. Nah, itu yang coba kita jaga di apotek," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menjabarkan target produksi obat covid-19 dari BUMN hingga September mendatang. Untuk Azithromycin, ia menargetkan produksi di kisaran 12 juta-13 juta, Zinc hampir 15 juta, Paracetamol di kisaran 30 juta, Vitamin C sebanyak 77 juta, dan Ambroxol sebanyak 26 juta.

Baca juga : PSSI Resmi Perpanjang Kontrak Shin Tae Yong, Target Baru Menanti