Terkait Polemik TWK, Pimpinan KPK Minta Komnas HAM Belajar Lagi

Jakarta, law-justice.co - Perwakilan pimpinan KPK telah diperiksa oleh komisioner Komnas HAM terkait polemik proses tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Komisioner KPK Nurul Ghufron meminta para komisioner Komnas HAM untuk belajar lebih banyak lagi tentang pemberian keterangan dalam proses hukum.

Hal itu disampaikan Ghufron untuk menanggapi pernyataan Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam yang menyebut dirinya tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan saat dimintai keterangan soal TWK pegawai KPK.

Baca juga : Hajar Rival Sekota, Arsenal Kian Kokoh Di Puncak Klasemen Liga Inggris

"Perlu saya klarifikasi, bahwa tidak benar pernyataan Komisioner Komnas HAM Chairul Anam yang menyatakan saya tidak tahu siapa yang menggagas ide TWK," ujar Ghufron, Jumat (18/6/2021).

Kata Ghufron, dirinya sudah berulang kali menjelaskan beberapa pemenuhan syarat serta dasar hukum pelaksanaan TWK dalam peralihan pegawai KPK menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN).

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

"Perlu saya klarifikasi, pengambilan keterangan itu adalah forum untuk memberikan keterangan berdasarkan peristiwa yang dialami, dilihat dan didengar sendiri, tidak ada target jumlah maupun materi keterangan apa yang harus didapat dari pemberi keterangan," kata Ghufron.

Bahkan, Ghufron menduga dari pernyataan Choril Anam yang menyatakan ada 3 kluster yang tidak bisa dijawab secara eksplisit, memperlihatkan bahwa forum tersebut telah terframing untuk mencapai target jumlah dan keterangan tertentu.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

"Sehingga ketika target pertanyaan yang tidak saya ketahui dan karenanya tidak terjawab kemudian dikesankan saya tak mampu menjawab, ini bukan forum assesmen dan karenanya bukan menjadi masalah terhadap pemberi keterangan,” ujarnya.

Atas alasan itu, dia menilai bahwa Komnas HAM perlu belajar banyak tentang pemberian keterangan dalam proses hukum yang bukan berdasarkan target info tertentu, tetapi harus berdasarkan kebenaran pengalaman, penglihatan dan pendengaran pihak yang diambil keterangan.

“Bukan untuk memenuhi hasrat framing peminta keterangan. Komnas HAM perlu belajar banyak,“ tutup Ghufron.