Wacana Revisi UU 18/2003, Otto Hasibuan: Jangan Cari Kambing Hitam!

Jakarta, law-justice.co - Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, mengatakan, pihaknya berpandangan bahwa belum ada hal-hal yang mendasak sebagai alasan untuk merevisi UU 18/2003 tentang Advokat.

Hal tersebut ditegaskan Otto saat Rapat Kerja (Raker) Pengurus DPN Peradi‎ Tahun 2021 yang digelar di Jakarta belum lama ini.

Baca juga : TKN Prabowo Sebut Tak Ada Kesalahan KPU Diungkap AMIN di MK

"Sebenarnya, enggak ada urgensi sekali buat kita untuk melakukan revisi UU Advokat. Ya karena undang-undangnya tidak bermasalah," kata Otto dikutip Minggu (13/6/2021)


Otto menilai, yang bermasalah adalah pejabat-pejabat yang tidak melaksanakan amanat UU Advokat secara baik dan konsisten, yakni soal penerapan wadah tunggal (single bar).

Baca juga : Bareskrim Periksa Rosan Soal Pencemaran Nama Baik oleh Connie Bakrie

"Jadi jangan mencari kambing hitam. Ya kan, undang-undang tidak ada yang salah, kok jadi undang-undangnya yang diubah. Ya harus ditanya kenapa Mahkamah Agung tidak melaksanakan UU Advokat dengan konsekuen, itu pertanyaannya," ujar dia.

Dalam UU 18/2003 Tentang Advokat, menurutnya sudah jelas, yakni menganut sistem ‎wadah tunggal.

Baca juga : Jokowi dan Iriana Digugat ke PTUN, Otto Hasibuan : Tak Berdasar

‎"Kenapa MA menabrak itu sehingga menjadi multibar. Jadi jangan undang-undangnya yang disalahin. Kalau kita mau mengubah multi bar, tetap juga dong laksanakan single bar-nya karena itu hukum positif," ujarnya.

Otto melontarkan penyataan tersebut menanggapi video yang diterimanya ‎soal pernyataan anggota DPR dan pejabat pemerintah yang menyampaikan mengenai revisi UU Advokat. Namun demikian, Otto mengaku belum mengetahui arah soal revisi UU Advokat ini, termasuk akan masuk proglegnas atau tidak.

"Tetapi di dalam rapat DPR kemarin, Arteria Dahlan mengusulkan agar ini diseriuskan," katanya.

Terkait revisi ini, Otto menegaskan bahwa para pejabat dan anggota dewan harus berhati-hati dalam menyikapi keinginan multi bar. Pasalnya, ini akan merugikan rakyat atau para pencari keadilan.

Menurut Otto, multibar akan membuka peluang advokat menjadi penjahat. Pasalnya, sistem menjadikan tidak ada satu standardisasi kualitas hingga etik advokat. Dengan demikian, advokat akan sulit dikontrol.

‎"Kalau pejabat memahami makna dan tujuan dibentuknya organisasi advokat yang single bar, pasti mereka tidak akan berjuang untuk multi‎bar," ujarnya.