NU Dinilai Tak Dekat dengan Rakyat, Gus Miftah Balas Pandji

Jakarta, law-justice.co - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji Kalasan, Sleman, Gus Miftah akhirnya merespon pernyataan Pandji Pragiwaksono soal Nahdlatul Ulama (NU) yang tak dekat dengan rakyat dibandingkan FPI. Dia menilai apa yang disampaikan Pandji dengan menyudutkan NU dan Muhammadiyah tak bijak.

Baginya, menyudutkan NU dan Muhammadiyah lalu membandingkannya dengan FPI itu bisa menjadi persoalan serius.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

“Saya enggak masalah dia berbicara atau senang dengan FPI, tapi membandingkan FPI dengan NU yang saya ikuti, itu yang jadi persoalan,” kata Gus Miftah di podcast Deddy Corbuzier seperti dikutip, Jumat (22/1/2021).

Kata Miftah, andaipun ungkapan Pandji soal FPI dan NU itu berasal dari mulut Sosiolog Thamrin Amal Tomagola, akan tetapi masyarakat sudah terlanjur sadar jika dia lah yang membuka pembicaraan itu ke ruang publik.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

“Saya sudah nonton fullnya, hasilnya sama, dan bahkan lebih parah. Tidak pas membandingkan dengan ulama, apalagi NU dengan masyarakat, ini data dari mana?” kata Miftah lagi.

Pada kesempatan itu Gus Miftah lantas menjabarkan bahwa apa yang disampaikan Pandji adalah salah. Miftah heran mengapa dia membandingkan NU tak dekat rakyat dengan sepucuk surat dari FPI untuk bisa bersekolah.

Baca juga : MNC Larang Nobar Piala Asia U-23 Ada Sangsi Pidana

Padahal katanya, NU sudah sejak dulu hingga kini banyak berperan banyak di tatanan hidup masyarakat, bahkan dunia pendidikan.

“Artinya kemudian, seolah-olah si Pandji ini provokatif terhadap kawan-kawan NU,” katanya.

Miftah lantas menjabarkan perihal sumbangsih terhadap bangsa yang banyak datang dari tokoh-tokoh NU, mulai dari sumbangsih pada Pancasila, resolusi jihad, sampai pendidikan.

“NU banyak, ribuan sekolah yang gratis untuk umat bangsa ini. Saya saja ada 200 orang dari berbagai latar belakang yang saya sekolahi, makan minum, kuliah, sampai S2, itu saya biayai. Belum lagi sumbangsih dari puluhan ribu pesantren NU di Indonesia,” kata dia.

“Bandingkan kyai NU? Kyai NU itu ada 24 jam, dari urusan dunia sampai urusan kematian.”

Apa yang dibandingkan Pandji terhadap organisasi yang diikuti Miftah dan Muhammadiyah pun dianggap sesat. Sebab perbandingannya dianggap tidak pas. Hal itu setidaknya bisa dibantah dari kiprah ormas-ormas dedengkot di negeri ini.

Sebut saja Muhammadiyah yang berusia lebih dari 1 abad lebih, lalu NU yang hampir satu abad, sementara FPI yang baru di era belakangan.

“Dari data survei LSI, dari 87 persen masyarakat muslim di Indonesia, 49 persennya itu warga NU, 4,5 persen Muhammadiyah, dan FPI cuma 0,4 persen,” kata dia.

Diketahui, Pandji mengunggah sebuah video dialog dengan dua mantan anggota FPI mendiskusikan perihal pembubaran FPI. Pandji ketika itu bilang aksi ini tak tepat.

“Ngebubarin itu percuma, karena nanti akan ada yang lain lagi, Front Pejuang Islam atau lainnya. Ngebubarin percuma kaya nutup situs bokep, entar juga kebuka lagi ga ada hujungnya gitu,” ujar Pandji saat berdiskusi secara virtual dengan dua mantan anggota FPI, seperti dilansir dari channel YouTube-nya, Rabu 20 Januari 2021.

Pandji Pragiwaksono mengatakan, di masyarakat ada banyak para simpatisan FPI. Terlebih lagi di kalangan bawah. Itu karena FPI selalu ada ketika masyarakat kalangan bawah meminta bantuan. Menurut Pandji Pragiwaksono, pendapat itu dia dengar dari Sosiolog Thamrin Amal Tomagola.

“FPI itu dekat dengan masyarakat. ini gue dengar dari Pak Thamrin Tomagola, dulu tahun 2012, kalau misalnya ada anak mau masuk di sebuah sekolah, kemudian ga bisa masuk, itu biasanya orang tuanya datangi FPI minta surat. Dibikinin surat ke FPI, dibawa ke sekolah, itu anak bisa masuk, terlepas dari isi surat itu menakutkan atau tidak, tapi nolong warga gitu.”