Hakim MK Dinilai Tak Peka dengan Gugatan yang Diajukan Rizal Ramli

Jakarta, law-justice.co - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terkait presidential treshold atau ambang batas presiden 20 persen yang diajukan oleh Rizal Ramli. Putusan itu dinilai sebagai pertanda hakim MK tak peka, apalagi pembatalan uji materi itu atas dasar pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Herlambang P. Wiratraman, MK seharusnya bisa membahas uji materi yang diajukan Rizal Ramli hingga ke pokok perkara. Misalnya dengan menguji argumen hukum pemohon yang menyebut ambang batas 20 persen menguatkan sistem politik kartel.

Baca juga : Saat Rizal Ramli Pergi di Tengah Pahitnya Kehidupan Ekonomi & Politik

"Ratio decidendi terkait tidak memiliki kedudukan hukum, sayangnya tidak mendasarkan argumen hukum yang melihat PT (presidential threshold) sebagai konteks politik menguatnya sistem politik kartel, yang semestinya hakim MK lebih peka memahami perkembangan politik sebagai alam bekerjanya hukum pemilu," kata Herlambang seperti dilansir dari viva.co, Kamis (21/1/2021).

Herlambang berpendapat ketentuan PT 20 persen dari sisi realitas bertolak belakang dengan semangat demokratisasi politik representasi kewargaan. Ketentuan itu membuat jumlah calon presiden di Indonesia terbatas.

Baca juga : Hariman Siregar Beberkan Pesan Terakhir Rizal Ramli Sebelum Wafat

Seharusnya, ujar dia, ketentuan hukum dapat memangkas atau meminimalisir bekerjanya cartelized political system atau sistem politik kartel.

"Seharusnya MK memanfaatkan aliran pemikiran atau nalar realisme hukum untuk memahami konteks itu," kata dosen Hukum Tata Negara dan HAM Universitas Airlangga itu.

Baca juga : Kenangan UAS soal Rizal Ramli: Berani Ungkap Kebenaran Walau Pahit

Selain itu, lanjut Herlambang, ketentuan PT 20 persen hanya menguntungkan oligarki politik. Mereka bisa menangguk keuntungan sebesar-besarnya atas ketentuan ambang batas presiden itu.

"Tentu, ini justru melemahkan demokrasi dan mengarahkan situasi politik ke bentuk otoritarianisme baru, karena instrumen demokrasi digunakan untuk melumasi kepentingan autokrat," kata dia.

MK menolak gugatan judicial review yang diajukan Rizal Ramli yang meminta aturan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dihapus.

Dalam gugatannya, Rizal mendalilkan bahwa ketentuan presidential threshold menghilangkan hak konstitusional sejumlah partai politik yang ingin mengusung calon presiden.

Namun, MK menilai Rizal tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing ketika menggugat aturan itu. MK pun menolak gugatan yang diajukan Rizal.

Alasannya, penggugat tidak dapat menunjukkan bukti pernah diusung oleh partai atau gabungan partai, seperti yang didalilkannya dalam persidangan.