Akan Disuntikkan ke Jokowi, Efikasi Sinovac di Brasil Turun Jadi 50,4%

Jakarta, law-justice.co - Peneliti di Brasil mengungkap hasil terbaru efikasi vaksin COVID-19 Sinovac.

Dari uji klinis ditemukan vaksin Sinovac hanya 50,4 persen efektif mencegah infeksi, jauh di bawah persentase yang diumumkan pekan lalu.

Baca juga : Jokowi Resmi Teken UU DKJ, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Seperti melansir Reuters, ilmuwan dan pengamat mengecam pusat biomedis Butantan karena merilis sebagian data pada minggu lalu yang menghasilkan ekspektasi yang tidak realistis. Kebingungan mungkin menambah skeptisisme di Brasil tentang vaksin China.

"Kami memiliki vaksin yang bagus. Bukan vaksin terbaik di dunia. Bukan vaksin yang ideal," kata ahli mikrobiologi Natalia Pasternak, mengkritik Butantan.

Baca juga : Puji Timnas Indonesia U-23, Presiden Jokowi: Sangat Bersejarah!

Minggu lalu, para peneliti Brasil merayakan hasil yang menunjukkan 78 persen efikasi atau kemanjuran melawan kasus COVID-19 "ringan hingga berat", tingkat yang kemudian mereka gambarkan sebagai "kemanjuran klinis".

Pihak Butantan tidak mengatakan apa pun pada saat itu tentang kelompok infeksi Corona "sangat ringan" di antara mereka yang menerima vaksin yang tidak memerlukan bantuan klinis.

Baca juga : Diungkap Istana, Ini Wejangan Jokowi ke Prabowo-Gibran Semalam

Ricardo Palacios, direktur medis untuk penelitian klinis di Butantan, mengatakan pada hari Selasa bahwa temuan kemanjuran baru yang lebih rendah termasuk data pada kasus `sangat ringan` tersebut.

"Kami membutuhkan komunikator yang lebih baik," kata Gonzalo Vecina Neto, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas Sao Paulo dan mantan kepala regulator kesehatan Brazil Anvisa.

Pengungkapan sedikit demi sedikit tentang uji coba vaksin China secara global telah menimbulkan kekhawatiran bahwa uji coba tersebut tidak tunduk pada pengawasan publik seperti yang dilakukan di AS dan Eropa.

Para peneliti di Butantan sendiri menunda pengumuman hasil mereka tiga kali, menyalahkan klausul kerahasiaan dalam kontrak dengan Sinovac.

Sementara itu, para peneliti Turki mengatakan bulan lalu bahwa CoronaVac efektif 91,25 persen berdasarkan analisis sementara.

Indonesia memberikan persetujuan penggunaan darurat vaksin pada hari Senin berdasarkan data sementara yang menunjukkan efektif 65 persen.

Sebelumnya  Presiden Joko Widodo diagendakan menerima suntikan dosis pertama vaksin virus corona (Covid-19) Sinovac, Rabu (13/1). Proses penyuntikan vaksin bakal dilakukan di Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Pagi jam 10," kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono.

Heru mengatakan, sebelum disuntik vaksin, malam sebelumnya Jokowi hanya perlu istirahat yang cukup dan sarapan terlebih di pagi harinya. Jokowi rencananya disuntik vaksin oleh tim dokter kepresidenan.

"Dari dokter kepresidenan," imbuhnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan bahwa Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19. Selain Jokowi, vaksin juga akan disuntikan ke para Menteri Kabinet Indonesia Maju.

Jokowi beberapa waktu lalu juga mengatakan dirinya siap menjadi orang pertama di Indonesia yang akan divaksin Covid-19. Menurut Jokowi, ia ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa vaksin aman.

"Nanti saya yang akan menjadi penerima pertama, divaksin pertama kali, hal ini untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman," kata Jokowi saat itu.

Program vaksinasi Covid-19 ini dimulai setelah BPOM mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) vaksin Sinovac pada Senin (11/1). Izin penggunaan itu dikeluarkan usai hasil evaluasi BPOM menunjukkan bahwa Sinovac memiliki efikasi sebesar 65,3 persen.

BPOM juga menjelaskan beberapa efek samping vaksin tingkat sedang yang ditimbulkan antara lain nyeri lokal, nyeri otot, pembengkakan, sakit kepala hanya 0,1 persen.

Selain itu, efek samping lain yang muncul setelah vaksinasi covid-19 Sinovac ini adalah diare 1-1,5 persen. Efek samping vaksin ini disebut sebagai Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) ini juga masih terus diteliti.