Macron Ingin Islam Sebagai Agama, Bukan Gerakan Politik

Paris, Perancis, law-justice.co - Presiden Prancis Emmanuel Macron di dalam salah satu surat kabar mengeluarkan ultimatum kepada Dewan Ibadah Muslim Prancis (CFCM/Conseil Français du Culte Musulman,) untuk menandatangani piagam "nilai-nilai Republik".

Melalui ultimatum ini selama 15 hari ke depan Dewan Ibadah Muslim Perancis diminta untuk menandatangani kesepakatan tersebut.

Baca juga : Arah Gerakan Akademisi dan Kesamaan Isu Produksi Hasto

Ultimatum ini terjadi di tengah tuduhan bahwa pemerintah Macron menstigmatisasi Muslim menyusul tiga serangan teroris terpisah, yang dikutuk oleh masyarakat.

Marcon menginginkan agar CFCM menyatakan secara terbuka bahwa Islam hanyalah sebuah agama dan bukan gerakan politik.

Baca juga : Larang Abaya-Mengaku Gay, Ini Sosok PM Baru Prancis Berusia 34 Tahun

Selain itu, dia juga ingin menghentikan negara-negara Muslim lain untuk membantu komunitas Muslim Prancis yang terkepung dalam apa yang dipandang Paris sebagai "campur tangan asing".

Seorang pembela hak asasi manusia Prancis yang memimpin LSM `Committee for Justice & Liberties For All` Yasser Louati mengatakan langkah terbaru Macron dinilai "mengalihkan perhatian publik dari kegagalannya sendiri dalam mencegah serangan".

Baca juga : AS-Prancis Kritisi Agresi Israel ke Gaza, Netanyahu Tertekan

"Ini juga menegaskan kembali gagasan bahwa ada hubungan antara terorisme dan pengawasan terhadap minoritas Muslim," tambah Louati, dikutip TRT World, Minggu (22/11/2020).

Menurutnya rancangan undang-undang yang akan dibahas bulan depan, disebutkan bahwa pemerintah akan membubarkan LSM Muslim jika "tindakan mereka mengancam martabat manusia" atau jika mereka "melakukan tekanan psikologis atau fisik pada orang lain."

"Undang-undang tentang pembubaran organisasi di Prancis sudah sangat bermasalah," kata Marco Perolini, peneliti Eropa Barat Amnesty International berbicara kepada TRT World.

Badan amal Muslim terbesar Prancis, BarakaCity, telah ditutup oleh Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, tanpa pengawasan yudisial.

Pendirinya, Idriss Sihamed, baru-baru ini berbicara dengan TRT World dan mengatakan penutupan itu bermotif politik.

Undang-undang yang baru dibuat, menurut Perolini, tidak hanya akan memberikan lebih banyak alasan kepada negara untuk membubarkan LSM, tetapi juga, misalnya, "organisasi akan bisa dibubarkan jika kegiatannya mengancam `martabat manusia` yang sangat samar," paparnya.