Perhatian! Ini Upaya Hukum Jika Upah Dibayar di Bawah Standar Minimum

Jakarta, law-justice.co - Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pekerja di Indonesia yang digaji dibawah standar upah minimum. Banyak alasan yang diberikan perusahaan terkait kebijakan tersebut.

Misalnya seperti yang terjadi pada seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai satpam dengan status pegawai tidak tetap atau harian.

Baca juga : Prabowo-Gibran Dinilai Tidak Perlu Menambah Kemenko Baru

Upah yang diberikan masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) per bulannya yakni jika dihitung harian, upahnya itu sebesar Rp 29.200/hari.

Sudah 2 tahun berjalan dia tidak mendapat kenaikan upah. Dia sudah pernah mengajukan kenaikan upah dengan membawa surat keputusan gubernur tentang nilai UMR, tetapi pihak perusahaan hanya mengatakan bahwa teman saya hanya pegawai tidak tetap.

Baca juga : KPSI: Ada 50.000 Buruh akan Rayakan May Day Fiesta di Istana Negara

Lalu, bagaimanakah menindaklanjuti masalah tersebut? Dapatkan si pekerja menuntut pihak perusahaannya terkait masalah tersebut? Dan apa dasar hukum yang dapat digunakan jika ingin menggugat ke jalur hukum?

Berikut adalah penjelasannya seperti melansir hukumonline.com.

Baca juga : Anies : Yang Tidak Dapat Amanah Konstitusi Berada di Luar Kabinet

Sebelumnya, perlu kami luruskan bahwa istilah Upah Minimum Regional (“UMR”) yang Anda maksud tidak digunakan lagi.

Pasal I Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum (“Kepmenakertrans 226/2000”) menyatakan:

Istilah "Upah Minimum Regional tingkat I (UMR Tk I)" diubah menjadi "Upah Minimum Propinsi". istilah "Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk II)" diubah menjadi "Upah Minimum Kabupaten/Kota”, istilah …

Sejak itu, istilah yang digunakan untuk menyebut upah minimum bukan lagi UMR, melainkan Upah Minimum Propinsi (“UMP”) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (“UMK”).

Upah minimum adalah upah bulanan terendah berupa upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman.[1]

Bagaimana dengan upah pekerja harian? Upah pekerja harian ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:[2]

a. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);

b. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu).

Larangan Pengusaha Membayar Upah di Bawah Upah Minimum

Sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”), pada prinsipnya pengusaha dilarang membayarkan upah pekerja lebih rendah dari upah minimum.[3]

Di sisi lain, pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja sesuai dengan kesepakatan yang tidak boleh lebih rendah dari jumlah yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.[4]

Gubernur wajib menetapkan UMP dan dapat menetapkan UMK dengan syarat tertentu,[5] yang nilainya harus lebih tinggi dari UMP.[6] Adapun UMP dan UMK ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.[7]

Patut dicatat, upah minimum berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.[8] Sementara itu, upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.[9]

Akan tetapi, ketentuan upah minimum dikecualikan bagi usaha mikro dan kecil.[10] Mengenai upah minimum bagi UMKM dapat kamu simak di artikel Ketentuan Upah Minimum Terhadap Perusahaan Kecil.

UMP di DKI Jakarta

Oleh karena itu, kami contohkan ketentuan upah minimum yang berlaku di provinsi DKI Jakarta pada 2020 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2019 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2020, yang berbunyi:

Upah Minimum Provinsi Tahun 2020 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp4.276.349,906 per bulan.

Jadi, pengusaha dilarang memberikan upah di bawah ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan oleh daerah setempat, seperti DKI Jakarta.

Langkah Hukum

Jika teman Anda ingin memperkarakan persoalan upah yang tidak dibayar sesuai ketentuan yang berlaku, teman Anda dapat menggunakan proses penyelesaian perselisihan hak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).[11]

Prosedurnya adalah:

1. Mengadakan perundingan bipartit (antara pekerja atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat;[12]
2. Apabila dalam waktu 30 hari, perundingan tidak mencapai kesepakatan, salah satu atau para pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pada tahap ini, teman Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan;[13]
3. Karena ini termasuk perselisihan hak, maka setelah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, dilangsungkan mediasi;[14]
4. Apabila mediasi tetap tidak menghasilkan kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[15]

Sanksi Pidana

Selain itu, pekerja dapat menempuh upaya pidana, yakni dengan melaporkan ke pihak kepolisian. Bagi pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.[16]

Memang, kenyataannya penegakan hukum pidana ketenagakerjaan ini masih sangat jarang ditemui. Dalam artikel Polri Kurang `Melek` Hukum Perburuhan, pengacara publik LBH Jakarta, Kiagus Ahmad mengatakan salah satu penyebab minimnya penegakan hukum pidana ketenagakerjaan adalah karena kurang responsifnya polisi dalam menerima laporan dan/atau aduan dari buruh.

Meskipun demikian, pemidanaan pengusaha yang membayar upah di bawah minimum pernah terjadi. Contohnya, dalam artikel Pembayar Upah Rendah Dihukum Penjara, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangil, Jawa Timur, menghukum seorang pengusaha mebel satu tahun penjara.

Pengusaha tersebut dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana perburuhan dengan membayar rendah upah buruhnya dan menghalang-halangi buruhnya untuk berserikat. Selain penjara, si pengusaha juga dihukum denda sebesar Rp250 juta.

Menutup penjelasan kami, upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir), jadi sebaiknya baru ditempuh apabila upaya-upaya lain (sebagaimana telah dijelaskan) telah ditempuh, namun teman Anda tetap dirugikan dan tidak ada perubahan (dalam hal ini upah tidak disesuaikan dengan upah minimum yang berlaku).

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik Hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum;
5. Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2019 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2020;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.

[1] Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum (“Permenaker 15/2018”)
[2] Pasal 19 Permenaker 15/2018
[3] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88E ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
[4] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88A ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88C ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88C ayat (5) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88C ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[8] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88E ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[9] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 90A UU Ketenagakerjaan
[10] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 90B ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[11] Pasal 1 angka 2 UU PPHI
[12] Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 10 UU PPHI
[13] Pasal 3 ayat (2) dan (3) jo. Pasal 4 ayat (1) UU PPHI
[14] Angka 6 Penjelasan Umum UU PPHI
[15] Pasal 5 jo. Angka 7 Penjelasan Umum UU PPHI
[16] Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan