Chairul Tanjung Beli Bank Harda Senilai 509 Miliar

Jakarta, law-justice.co - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa di akhir tahun ini dan tahun berikutnya, proses konsolidasi di sektor perbankan akan semakin marak. Hal ini tentunya menyusul telah dikeluarkannya aturan pemenuhan modal inti minimum bank.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang mengatur modal inti sedikitnya sebesar Rp 3 triliun pada tahun 2022. Nah, pemenuhan modal inti itu diperkenankan untuk dilakukan secara bertahap.

Baca juga : OJK Blokir 5.000 Rekening Buntut Judi Online

Tahap pertama yaitu Rp 1 triliun paling lambat 31 Desember 2020. Kemudian, Rp 2 triliun paling lambat 31 Desember 2021 dan terakhir Rp 3 triliun paling lambat terpenuhi pada pengujung tahun 2022.

Itu artinya, kelompok bank BUKU I yang modal intinya masih di bawah Rp 1 triliun harus segera memenuhi ketentuan tersebut. Untuk itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana bilang beberapa bank yang sejatinya belum mampu memenuhi ketentuan tersebut diharapkan untuk bisa segera mencari partner dan melakukan konsolidasi.

Baca juga : PT Indika Energy Tbk Melaporkan ke BEI Akan Ada Tender Surat Utang

"Kami harapkan bahwa bank-bank yang merasa belum kuat permodalannya untuk penuhi aturannya, kita minta mereka cari partner untuk bisa konsolidasi. Jadi dengan itu kita harap tahun berikutnya konsolidasi jadi keharusan buat bank yang belum penuhi ketentuan," kata Heru dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (2/11).

Dia juga menjelaskan, bank-bank tersebut sebenarnya sudah menyampaikan rencana bisnisnya kepada regulator, mengenai rencana peningkatan modal. Heru memandang, apabila seluruh bank merealisasikan rencana masing-masing sebenarnya aturan modal inti minimum sudah bisa terpenuhi.

Baca juga : OJK Bongkar Kasus TPPU Senilai Rp 139 T Bermodus Aset Kripto

Pihaknya berharap, rencana tersebut bisa terealisasi di akhir tahun ini. OJK pun sudah mengimbau kepada pihak perbankan baik Manajemen alias Direksi maupun kepada pihak pemilik bank untuk segera mencari partner untuk menambah modal atau menggabungkan banknya agar bisa memenuhi ketentuan tersebut.

Salah satu bank yang sedang dalam tahap penguatan modal yaitu PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI). Dalam keterbukaannya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dilaporkan kalau pengusaha Chairul Tanjung (CT) lewat perusahaan miliknya PT Mega Corpora  mengakuisisi PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI).

Pemegang saham Bank Harda yaitu PT Hakimputra Perkasa menjual 3,06 miliar saham atau 73,71% saham yang ditempatkan dan disetor penuh ke Mega Corpora.

Jika mengacu harga penutupan perdagangan BBHI Senin (2/11) seharga Rp 165 per saham, nilai akuisisi sekitar Rp 509 miliar.  Tapi, bisa jadi harga akuisisi di bawah itu, jika penentuan harga saham terdiskon, dengan berbagai pertimbangan negosiasi kedua belah pihak.

Akuisisi ini tentu bertujuan untuk memperkuat modal inti Bank Harda untuk memenuhi POJK 12. Sebab, per Juni 2020 lalu, dalam laporan keungannya Bank Harda memang hanya memiliki modal inti Rp 272,03 miliar. Hingga akhir tahun ini Bank Harda harus memiliki modal inti minimal Rp 1 triliun. Masih jauh dari ketentuan OJK.

Dalam keterbukaan itu, Bank Harda juga mengatakan bahwa pihaknya bakal meminta restu pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Sementara Mega Corpora akan menyiapkan dokumen akuisisi untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Tujuan perubahan pengendalian ini untuk mendukung kebijakan perbankan di Indonesia dan mengembangkan Bank Harda untuk menjadi bank yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari segi operasional maupun permodalan," ujar Yohanes, Direktur Bank Harda dalam keterbukaan informasinya.