Tolak Ancaman & PHK, Pekerja Ambulans akan Demo di Kantor Anies Besok

Jakarta, law-justice.co - Perkumpulan Pekerja Ambulans Gawat Darurat (PPAGD) akan menggelar aksi demo di kantor Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Dinas Kesehatan DKI mulai Kamis (22/10/2020) besok hingga Senin (26/10/2020) pekan depan. Mereka menuntut Anies agar menjamin kenyamanan mereka dari aksi intimidasi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh pejabat Dinkes DKI.

"Berikan hak kami berupa jaminan perlindungan dan Kenyamanan bekerja guna Pelayanan terbaik kepada Masyarakat dan kebebasan berpendapat dan berserikat sesuai amanat konstitusi UUD 1945," kata Ketua Umum PPAGD Hermansyah Tanjung melalui rilis persnya, Rabu (21/10/2020).

Baca juga : Kasus Firli Mandek, Kejaksaan Sebut Polda Belum Lengkapi Berkas

Mereka juga menuntut Anies agar kembali mempekerjakan tiga pegawai yang di PHK secara sepihak oleh oknum pejabat dari Dinkes DKI Jakarta. Tuntutan lainnya adalah agar mencabut Surat Peringatan kedua kepada 80 anggota dan pengurus PPAGD/Serikat. Pasalnya, peringatan tersebut tanpa dasar yang jelas.

"Sterilkan Ambulans Gawat Darurat Dinkes DKI Jakarta dari para oknum pejabat yang tidak kompeten, profesional dan Dzolim," katanya.

Baca juga : Politisi Demokrat Ajak Seluruh Pihak Bersatu Membangun Bangsa

Menurut mereka pelayanan ambulans gawat darurat merupakan bagian dari pelayanan Kesehatan yang termasuk dalam lingkup tugas dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Hal itu sesuai dengan Pasal 40 Kepgub No. 58 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan pelayanan Ambulans Gawat Darurat.

Sementara, PPAGD adalah Serikat Pekerja yang ada di Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinkes DKI Jakarta yang telah mendapat legalitas dari Sudinnakertrans Jakarta Utara. Semenjak berdirinya, PPAGD menjalin hubungan Industrial yang baik dengan manajemen AGD Dinkes.

Baca juga : Dibanding Ngemis Gabung Pemerintah, PKS Lebih Baik Oposisi Bareng PDIP

Hal itu dibuktikan dengan adanya Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) sejak 2009. Bahkan hingga saat ini sudah memiliki 80 unit ambulans gawat darurat type advance dan 25 Unit Reaksi Cepat Ambulans Motor yang tersebar di 64 titik di wilayah DKI Jakarta. Mereka juga memiliki gedung 9 lantai yang cukup megah dan representatif dalam menunjang layanan kegawatdaruratan.

"Namun, semenjak hadirnya oknum PNS mulai bulan Mei 2019, kondisi kerja di kantor mulai mengalami ketidaknyamanan, ada upaya pembelahan
pegawai yang puncaknya ketika adanya pergantian pejabat Ketatausahaan. Maka mulai meruncing hubungan industrial yang sudah baik tadi," jelasnya.

Hermansyah melihat ada kecenderungan tidak profesional dalam hal pengelolaan perlindungan, kesejahteraan dan iklim kerja serta ketatausahaan dan keuangannya dibawah pimpinan saat ini. Hal itu mulai dari perlindungan, kesejahteraan dan iklim kerja. Dia mengatakan, hampir 80 dari 750 pegawai Non ASN positif Covid-19 dan kurang mendapat perhatian dari Pimpinan.

Kemudian, tidak dilakukannya proses 3T (Testing, Tracing dan Treatment) secara berkala kepada para tenaga kesehatan/pegawainya. Pengadaan baju APD yang tidak sesuai standar yang diduga adanya maladmistrasi dalam prosesnya.

Selanjutnya tidak memberikan hak tempat/ruang istirahat dan laktasi bagi para petugas CCA AGD Dinkes. Tidak mendapatkan insentif sesuai amanah yang tertuang dalam dalam Pergub DKI No. 23 tahun 2020 tentang Pemberian Insentif kepada tenaga Kesehatan dan tenaga penunjang Kesehatan dalam penanggulangan Bencana Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

"Belum dibayarkannya Iuran BPJS Ketenagakerjaan hak pegawai semenjak Bulan Maret 2020," tambanya.

Kecurangan lainnya terjadi di bidang ketatausahaan dan Keuangan. Hermansyah menduga adanya maladministrasi dalam perekrutan beberapa pegawai dengan mendahulukan kedekatan dan kekeluargaan, bukan berdasarkan profesionalisme dan kompetensi.

"Diduga adanya maladministrasi dalam pengadaan beberapa alat Kesehatan. misal : Baju APD yang tidak sesuai standar, pengatur suhu (thermo scan) yang tidak sesuai spek sehingga langsung rusak," jelasnya.

Selanjutnya adalah ada upaya intimidasi dengan menghalangi pegawai untuk mendapatkan haknya, mulai dari hak cuti, hak rekomendasi dalam transaksi perbankan dan lain sebagainya.

"Adanya pelarangan keberadaan Serikat Pekerja (Perkumpulan Pekerja Ambulans Gawat Darurat/PPAGD) yang diduga melanggar UU 21/2000," kata Hermansyah.