Vaksin Corona Belum Tersertifikasi Halal, MUI Beberkan Syaratnya

Jakarta, law-justice.co - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) berjanji akan mengkaji kehalalan vaksin COVID-19 asal China meski telah diberikan pada masyarakat di Indonesia untuk uji klinis fase III.

Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim mengatakan, setidaknya ada sejumlah pernsyaratan agar sebuah vaksin bisa halal untuk digunakan.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

"Vaksin itu, (prosesnya) diisolasi, media yang dipakai, virusnya, media menumbuhkannya, cara melemahkan virusnya, media pengembangan virus, penggunaan alatnya," ungkapnya seperti melansir viva.co.id, Rabu 12 Agustus 2020 lalu.

Kata dia, untuk media-media pertumbuhannya membutuhkan miliaran virus yang diuji.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Selanjutnya kata dia, virus tersebut kemudian ditumbuhkan di sebuah media yang juga dicek status halal dan haramnya.

"Jadi untuk media-media pertumbuhannya, pasti harus miliaran virus dan ditumbuhkan di sebuah media ini yang harus dicek mengandung hewan atau babi," jelasnya.

Baca juga : MNC Larang Nobar Piala Asia U-23 Ada Sangsi Pidana

Dia menambahkan, bahwa sebuah vaksin bisa tidak memiliki bahan dari babi namun bersinggungan dengan hewan tersebut.

Menurutnya, arti bersinggungan bisa berasal dari bahan media yang dipakai untuk menumbuhkan dan mengembangkan vaksin.

"Medianya itu bisa berasal dari bahan babi atau hewan. Tapi virusnya diambil lagi dari medianya. Tidak ada DNA babinya tapi di awal pernah bersinggungan. Ketika bersinggungan, kita kaji apakah ada proses pencucian secara syariah di produksinya, apakah ada proses pencucian sebelum dipacking, tahapannya ini dikaji. Produk akhir yang menentukannya," jelasnya lagi.

Seperti diketahui, meski sudah mulai dilakukan uji klinis kepada sejumlah relawan, ternyata Vaksin Virus Corona (Covid-19) Sinovac asal China belum mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Uji klinis perdana vaksin asal China tersebut dilakukan oleh Bio Farma pada Selasa, 11 Agustus 2020, terhadap 19 orang relawan.

Corporate Secretary Bio Farma, Bambang Heriyanto mengakui bahwa pihaknya memang belum mengajukan sertifikasi halal vaksin Sinovac ke MUI.

Meski begitu kata dia, Bio Farma tengah menyiapkan seluruh dokumen yang diperlukan untuk mendaftarkan kehalalan vaksin asal China itu ke MUI.

"Pengajuan (sertifikasi halal vaksin Sinovac) masih dalam tahap diskusi. Tim sudah ada komunikasi dengan MUI untuk persiapan sertifikasi halalnya," kata Bambang Heriyanto.

Menurut dia, untuk memperoleh sertifikasi halal membutuhkan proses audit menyeluruh. Karena MUI pasti akan mengaudit seluruh proses pembuatan vaksin, medianya termasuk bahan baku yang digunakan.

"Memang perlu waktu. Sampai hari ini kami baru terima dokumen-dokumen dari Sinovac. Kita sama-sama lakukan kajian dari dokumen yang diterima. Ini baru tahap awal vaksin mengandung ini-ini," ujarnya.

Dia memastikan Bio Farma sudah berpengalaman secara sistem dalam pengajuan sertifikasi halal ke MUI. Karenanya, untuk vaksin Sinovac ini masih dilakukan kajian internal sembari melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk pengajuan sertifikasi halal MUI.

"Ini prosesnya lumayan panjang. Kalau dokumen siap kita submit, tapi perlu waktu. Kami siapkan dulu sampai lengkap baru kami ajukan," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majeis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Lukmanul Hakim mengatakan bahwa sampai hari ini memang belum ada pengajuan sertifikasi halal untuk vaksin Sinovac.

Bio Farma dan MUI baru sepakat untuk melakukan kajian terkait kehalalan vaksin asal China tersebut.

"Sampai hari ini kami baru diskusi-diskusi, sampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk audit. Jadi terbuka standar audit kami," kata Lukman.

Sebelumnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma bersama lembaga independen melaksanakan uji klinis fase tiga vaksin COVID-19 Sinovac Tiongkok. Pada hari perdana, uji coba vaksinasi dilakukan terhadap 19 orang relawan.

Juru bicara uji vaksin Sinovac, Rodman Tarigan, menjelaskan 19 relawan ini menjadi peserta pertama vaksinasi karena sudah menjalani tes Polymerase Chain Reaction (PCR) atau swab.

"Berjalan lancar, sehari sebelumnya sudah di-swab kemudian divaksin di (posko) Eyckman sudah mendapat vaksinasi pertama, tapi lima tempat lain baru diambil swab," ujar Rodman di Bandung, Selasa 11 Agustus 2020.