Ombudsman Minta Jokowi Berhentikan 397 Komisaris yang Rangkap Jabatan

Jakarta, law-justice.co - Ombudsman RI meminta Presiden Jokowi berhentikan 397 komisaris yang diduga rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN. Menurut Ombudsman, pengangkatan ratusan komisaris itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Selanjutnya saran Ombudsman adalah, agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan memberhentikan para komisaris rangkap jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata anggota Ombudsma Alamsyah Saragih seeprti dikutip dari viva, Selasa (4/8/2020).

Baca juga : Resmi Presiden Jokowi Teken UU Desa: Jabatan Kades Maksimal 16 Tahun

Adapun data tersebut hanya tercatat dalam rentang tahun 2016-2019. Artinya, jumlah tersebut belum termasuk tahun 2020.

"Hingga tahun 2019, ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN," jelasnya.

Baca juga : Presiden Jokowi Bakal Nonton Indonesia vs Irak di Kamar: Yakin Menang

Alamsyah mengatakan, pihaknya telah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan analisis terhadap data tersebut. Setelah pendalaman terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Hasilnya, sebagian dari komisaris yang rangkap jabatan tersebut berpotensi konflik kepentingan, dan tidak memiliki kompetensi sesuai penempatannya.

"Berdasarkan jabatan, rekam jejak karier, dan pendidikan, ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32 persen berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris atau 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN dimana mereka ditempatkan," kata Alamsyah.

Baca juga : May Day, YLBHI Ungkap Nasib Marginal Kaum Buruh di 10 Tahun Era Jokowi

Parahnya kata dia, komisaris tersebut ada juga yang berasal dari relawan politik. Kemudian diisi oleh lalu dominasi jajaran direksi dan komisaris dari bank BUMN tertentu, dan penempatan anggota TNI/Polri aktif. Kemudian, penempatan ASN aktif sebagai komisaris di anak perusahaan BUMN, dan ada pengurus partai diangkat menjadi komisaris BUMN.

"Kami tidak ingin menelusuri siapa-siapa orangnya secara khusus, tapi semua ini akan kami dorong sebagai dasar untuk melakukan perbaikan sistem rekruitmen dan penempatan," tutupnya.