Dianggap Tidak Masuk PBB, Wanita di Lampung Bakar Bendera Merah Putih

Jakarta, law-justice.co - Bakar bendera Merah Putih, seorang perempuan berinisial MA (33) dibekuk Polres Lampung Utara. Aksi membakar bendera itu terekam dalam video dan beredar di media sosial.

Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan penangkapan bermula dari adanya video pembakaran bendera Merah Putih yang viral di dunia maya. Setelah itu, penyidik menelusuri sesuai atensi Kapolda Lampung Irjen Purwadi Arianto.

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

"Setiap anggota Polri harus proaktif, partnership, dan problem solving. Jadi proaktif itu harus cepat menjemput bola, apa sih kejadian yang ada di lapangan," ujar Pandra, dilansir Viva.co.id, Selasa (4/8/2020).

Akhirnya, Pandra mengatakan, jajaran Polres Lampung Utara berhasil mendeteksi lokasi yang diduga terjadi pembakaran Bendera Merah Putih dan pembuatan video di Kota Bumi, Lampung Utara pada 2 Agustus 2020.

Baca juga : DPR RI Tolak Normalisasi Indonesia-Israel

"Didapatlah terlapor inisial MA, kemudin diamankan juga barang bukti, salah satunya identitas atau tanda pengenal KTP, SIM, dan lain-lain," katanya.

Dalam keterangannya, Pandra menambahkan, MA mengakui membakar Bendera Merah Putih itu secara sengaja. Karena, lanjut Pandra, MA ini berkeyakinan kalau bendera tersebut tidak diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Baca juga : Hajar Inggris 5-0, Tim Thomas Indonesia Berada di Puncak Klasemen

"Menurut keyakinan dia bahwa Indonesia bagian dari Negara Mataram. Jadi yang mestinya masuk di PBB itu Kerajaan Mataram, bukan Indonesia. Ini bahasanya kurang lebih mungkin seperti Sunda Empire dan sebagainya, tapi kita tidak boleh berasumsi dulu," jelasnya.

Atas perbuatan MA itu, Pandra melanjutkan, dia sudah memenuhi unsur pidana lantaran melanggar Pasal 66 jo Pasal 24 huruf a dan Undang-Undang 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, ancamannya lima tahun penjara dan denda sekitar Rp500 juta.

Akan tetapi, Pandra menambahkan penyidik belum menahan MA karena keterangannya berubah-ubah dan yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung.

"Seseorang itu namanya sebagai subjek atau objek hukum harus keadaan sehat jasmani dan rohani. Karena keterangannya berubah-ubah itu, kami untuk menentukan status orang harus diperiksakan kepada saksi ahli dalam hal ini dokter kejiwaan," tandasnya.