Tak Shalat Jumat 3 Kali saat Corona Kafir kah? Ini Penjelasan UAS

Jakarta, law-justice.co - Sejak wabah virus corona semakin meluas di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan umat Islam tidak menjalankan shalat Jumat.

Khususnya di wilayah zona merah. Hal ini adalah bentuk kehati-hatian atau waspada, penyebaran Virus Corona (COVID-19) semakin meluas.

Baca juga : Hajar Rival Sekota, Arsenal Kian Kokoh Di Puncak Klasemen Liga Inggris

Namun bagaimana hukumnya jika muslim tidak menjalankan ibadah shalat Jumat sebanyak 3 kali berturut-turut?

Menurut penjelasan Ustadz Abdul Somad dari kitab fiqih, dalam ceramahnya tahun 2015 silam menyebutkan, laki-laki yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak 3 kali berturut-turut akan dikunci hatinya oleh Allah.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

"Siapa yang meninggalkan shalat Jumat 3 kali berturut-turut tanpa ada udzur syar`i, Allah mengunci hatinya, tak disebut kafir, Allah mengunci hatinya. Tapi itu ancaman," jelas Ustadz Abdul Somad sebelum virus Covid-19 mewabah di Indonesia.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Lantas bagaimana hukum tidak shalat Jumat secara berturut-turut karena virus corona (COVID-19)?

"Tapi Jumat ini kita sudah 3 kali shalat Jumat, karena wabah Virus Corona. Oleh sebab itu kita tidak termasuk didalamnya (dikunci hatinya karena tidak menjalankan shalat Jumat) karena ada sebab. Siapa yang menjamin sekarang steril? Kecuali ada alat steril, ada sekarang alatnya? Tidak ada. Larilah engkau dari orang yang terkontaminasi kena penyakit menular ini, sebagaimana engkau lari dari singa"

"Corona ciptaan Allah, saya pun ciptaan Allah. Ooh kalau gitu dibalik, singa ciptaan Allah lah hadapilah singa"

"Tapi Ustadz mengatakan corona itu jundun min junudillah, bukan kata saya tapi 7 ulama mengatakan dari hadist nabi dari riwayat Aisyah : wabah penyakit itu dikirim sebagai adzab bagi siapa yang dikehendaki Allah, tapi bagi orang yang beriman, menjadi rahmat yang seharusnya mati konyol jadi mati syahid"

 

Penjelasan MUI

Ini selaras dengan fatwah Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh, bahwa umat Muslim masih dibolehkan tidak menjalankan shalat Jumat hingga tiga kali di tengah pandemi virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19.

Menurut Asrorun, orang yang tidak shalat karena menghindari wabah penyakit atau berupaya tidak menularkan penyakitnya ke orang lain memiliki alasan atau uzur yang dibolehkan.

"Uzur syar`i berikutnya adalah kekhawatiran terjadinya sakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka ini menjadi uzur untuk tidak Jumatan," kata Asrorun melansir Melansir Kompas.com berjudul "MUI: Boleh Tak Shalat Jumat hingga 3 Kali asal Sesuai Uzur Syar`i, Termasuk Wabah Covid-19"

"Ada beberapa uzur syar`i lain yang dibolehkan meninggalkan Jumat, di antaranya hujan deras yang menghalangi menuju masjid, juga karena adanya kekhawatiran akan keselamatan diri, keluarga, atau hartanya," ujar dia.

Ia mengatakan, sampai saat ini pandemi Covid-19 belum bisa dikendalikan. Oleh karena itu, imbauan untuk tidak shalat Jumat berjemaah tetap ada.

"Dengan demikian, uzur syar`i yang menyebabkan tidak dilakaanakannya perkumpulan untuk ibadah seperti shalat Jumat masih ada," ucapnya.

Asrorun juga menegaskan, jika tidak melakukan shalat Jumat maka Muslim tetap diwajibkan menggantinya dengan shalat dzuhur.

"Kewajibannya adalah mengganti dengan shalat zuhur," ucap Asrorun.

Namun, bagi orang yang tidak shalat Jumat karena ingkar akan kewajiban, maka dia dianggap tidak memenuhi uzur untuk tidak melakukan shalat Jumat.

MUI sebelumnya telah mengeluarkan fatwa terkait ibadah salat Jumat di tengah wabah virus corona (Covid-19).

Ketua Dewan Fatwa MUI Hasanuddin mengatakan, MUI merilis fatwa bahwa setiap umat Islam yang berada di daerah yang berpotensi tinggi terjangkit Covid-19 diperbolehkan untuk meninggalkan salat Jumat dan menggantinya dengan salat zuhur.

"Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat zuhur di tempat kediaman," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/3/2020).

Dalam fatwa itu, MUI tetap mewajibkan shalat Jumat bagi umat Muslim di daerah yang tingkat penularan rendah.

Akan tetapi, untuk yang tingkat penularan tinggi atau sangat tinggi bahkan mengancam keselamatan jiwa, maka umat Muslim tidak boleh melakukan ibadah berjemaah termasuk shalat Jumat. (surabaya.tribunnews.com).