Pentingnya Kepekaan Lingkungan untuk Pencegahan Bunuh Diri

law-justice.co - Bunuh diri merupakan isu kesehatan jiwa yang juga berkaitan erat bagi banyak pihak terutama kebijakan negara pada kesehatan dan pendidikan nasional. Tanpa disadari, bunuh diri ini masih menyimpan pandangan atau penilaian negatif dari banyak orang. Bahkan banyak orang yang kurang peduli akan kesehatan mental ini hingga meninggalkan dampak yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Melalui buku yang diluncurkan Nova Riyanti Yusuf atau lebih dikenal dengan Noriyu, ia memberi gambaran jika bunuh diri ini bukan hanya persoalan satu orang saja namun semua orang.

Baca juga : Anggota Polresta Manado Bunuh Diri Diduga Karena Masalah Pribadi

“Saya tak punya keinginan terlalu muluk ketika melakukan penelitian yang berujung pada penulisan buku ini. Saya mulanya hanya berupaya agar hasilnya dapat menjelaskan tentang perilaku bunuh diri di kalangan seniman terutama pelukis,” ujar Noriyu dalam buku terbitannya tersebut.

Noriyu melalukan penelitian bersambung sejak tahun 2007 hingga 2019. Karena rasa keingintahuannya yang begitu tinggi mengenai kasus bunuh diri yang dilakukan seniman besar maka ia menjadikan itu sebagai penelitiannya. Noriyu pun akhirnya mendalami kasus 2 pelukis asal Yogyakarta melakukan bunuh diri itu. 2 pelukis itu sebutkan Noriyu dengan inisial AS dan FA.

Baca juga : Polisi Masih Datangi TKP Brigadir RA Tewas di Mampang

AS ditemukan gantung diri dirumah orang tuanya di Magelang, Jawa Tengah pada tahun 2003. Sedangkan AF ditemukan gantung diri di rumah kontrakannya daerah Sewon, Yogyakarta tahun 2005. Kedua kasus terjadi pada usia dewasa muda yaitu 30 tahun.

Dalam penelitiannya itu, Noriyu menggunakan pendekatan dengan cara metode kualitatif. Untuk metode pengumpulan data ia melakukan wawancara dan studi dokumen yang diambil dari hasil karya seni seperti atau lukisannya.

Baca juga : Polri : Pistol HS-9 Ditemukan di Mobil Tempat Polisi Manado Tewas

Banyak hal yang diperoleh melalui wawancara mendalam yang dilakukannya kepada sejumlah keluarga, teman bahkan sangn kekasih.

Dalam kasus AS, beberapa temannya menjelaskan perubahan sikap 2 tahun sebelum kejadian bunuh diri. AS dinilai lebih mempercayai hal mistik dan hal hal gaib. Contohnya, AS lebih memilih untuk berobat dengan paranormal saat sakit. Merasa mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, merasa diguna-guna.

Dalam faktor biologis AS tidak memiliki riwayat bunuh diri dan gangguan jiwa dalam keluarganya.

AS juga tidak melakukan hal baru yang dianggap negatif seperti merokok dan minum alkohol. Aspek biopsikal AS dinilai bersifat ekstrovert atau terbuka. AS juga dianggap inovatif dalam hal seni. Sensitif dalam menghadapi kritik atas karyanya dan kurang mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya tersebut secara verbal.

Tindakan bunuh diri itu tentu menyisakan kekecewaan dan penyesalan dari teman-teman dan keluarganya. Sebagai anak bungsu yang sangat disayangi seluruh keluarganya, hal tersebut tentu merupakan guncangan yang sangat berat. Apalagi keluarga AS diketahui membutuhkan waktu yang relatif lama untuk melupakan peristiwa itu.

“Permasalahannya itu, kenapa dia sampai bunuh diri,” ungkap salah seorang teman AS dalam buku tersebut.

Dalam hal lain, AS memiliki gangguan dalam salah satu panca inderanya. Hingga kekasihnya mengatakan jika AS pernah merasa minder meskipun AS tidak mengungkapkan secara langsung pada orang banyak mengenai kekurangan fisiknya itu.

Beberapa teman AS mengungkapkan tidankan itu memberikan pelajaran jika sebenarnya mereka pun rentan melakukan tindakan bunuh diri seperti AS. Bagi Pacar AS sendiri pun juga tak pelak dari rasa bersalah setelah merasa dirinya yang menjadi penyebab bunuh diri itu. Pacar AS terus dihantui rasa bersalah hingga akhirnya pindah ke Jakarta dengan harapan agar dapat melupakan hal itu.

Kasus bunuh diri kedua yang dilakukan AF juga diawali dengan gejala yang serupa. Orang tua AF mengatakan jika AF diduga mendalami hal mistik kepada seseorang berinisial Z yang diketahui sebagai guru tasawuf FA sejak setahun sebelum FA melakukan bunuh diri. Ibu AF menduga perubahan AF terjadi lantaran pengaruh pertemanan dengan Z.

Sejak itu, AF mulai merasakan hal hal diluar nyata seperti sering mendengar bisikan ditelinga dan menantangnya untuk bertengkar. Merasakan sakit ditubuhnya yang dinilainya merupakan pertentangan dengan hal mistik. Ia juga merasa ada yang menyerang dirinya dan merasa mampu bertemu dengan orang-orang yang sudah meninggal.

Pada saat itu, keluarganya sempat membawa AF berobat ke psikiter. Meskipun lama kelamaan AF menolak untuk kembali ke psikiater lantaran ia tidak merasa gila. AF merasa lebih sehat jika berobat ke paranormal.

Ada beberapa perubahan emosional yang terjadi pada diri AF seperti mudah tersinggung dan sering marah. Sebelumnya AF rajin beribadah namun ia tampak jarang beribadah tak lama sebelum ia meninggal.

Sebelum melakukan bunuh diri, FA sempat meninggalkan surat semacam wasiat yang ditujukan kepada tunangan dan ibunya. Dalam surat tersebut ia menyampaikan permintaan maaf pada keduanya.

Dari latar belakang keluarga AF dinyatakan tak ada yang pernah melakukan bunuh diri. Namun adik kandung AF, HK memiliki gejala yang hampir sama dengan dirinya. HK juga merasakan suara-suara yang tak jelas dari mana datangnya. Suara tersebut dikatakan HK selalu menyuruhnya untuk menabrakan motor, menceburkan diri atau membunuh. Hal didengar langsung ditelinganya setelah AF meninggal.

HK mengaku sering melihat roh-roh yang dapat menembus tembok dan melihat jenis makhluk gaib lainnya.

Namun berbeda dengan AF, HK pernah meminum alkohol, menggunakan ganja, putaw dan shabu sejak dia duduk di bangku SMP.

AF dikenal sebagai sosok pendiam, tertutup dan tidak mudah mengungkapkan gagasan yang ada dalam fikirannya. Namun AF memiliki sifat percaya diri dengan penampilan fisiknya namun tidak sombong.

Dalam analisis kurator, beberapa lukisan terakhir sebelum AS dan AF melakukan bunuh diri tersirat tanda-tanda yang akan mengakhiri hidup. Kurator MRR menyimpulkan dua diferensial diagnosis yaitu skrizofrenia dan skizoaktif.

Kurator TR menganggap bahwa dua karya terakhir AS dan AF memiliki tanda-tanda berupa kata-kata yang berhubungan dengan kematian atau kata kata perpisahan. Juga pemilihan warna yang menyiratkan perubahan perasaan atau depresi. Tanda tanda itu pun dinilai luput dari radar keluarga karena menganggap hal tersebut wajar terjadi pada seseorang yang memiliki kreativitas tinggi.

Hal itu menandakan kurangnya kewaspadaan dan pengetahuan akan kemungkinan adanya percobaan bunuh diri pada orang orang yang memiliki resiko.

Dalam dua kasus bunuh diri itu, AS dan Af terbiasa hidup sendiri hingga dalam kehidupan mereka keluarga tidak memegang peranan besar. Hal itu mengakibatkan kedua keluarga tidak menyadari tanda dini dari tindakan bunuh diri yang akan dilakukan anggota keluarganya itu.

Disampaikan Noriyu, jika peran keluarga sangat besar dalam membantu mengatasi tindakan bunuh diri yang dilakukan keluarganya.

Disampaikan Noriyu dalam buku tersebut jika bunuh diri merupakan kematian yang diakibatkan oleh diri sendiri dan disengaja. Tindakan bunuh diri biasa dilakukan dengan menggunakan zat hingga over dosis dan menyakiti diri sendiri dengan tujuan mengakhiri hidupnya.

Faktor risiko bunuh diri termasuk gangguan psikiatrik, faktor sosial, faktor psikologi, faktor biologis, faktor genetik hingga faktor gangguan fisik.

Dipaparkan Noriyu, banyak sekali kelompok orang yang berisiko tinggi untuk melakukan bunuh diri diantaranya tidak punya masa depan, depresi, penyakit fisik atau kecacatan, tidak bekerja, gangguan mental dengan gejala delusi dan halusinasi, riwayat keluarga bunuh diri, tidak beragama, meningkatnya stress, setelah kehilangan, perceraian perpisahan, tidak menikah dan beberapa faktor lainnya.

upaya pencegahan bunuh diri harus dimulai dari tingkat pendidikan dasar, sekolah menengah tingkat pertama hingga sekolah menengah atas.

Gangguan yang melandasi remaja adalah Depresi, kata Noriyu. Refleksi dia, gangguan jiwa dapat ditangani dengan sikap optimistic baik gejala maupun disfungsi penyertaan.

Dalam analisisnya yang dituangkan melalui buku Jelajah Jiwa, Hapus Stigma tersebut dapat memberikan pemahaman lebih jauh mengenai prilaku bunuh diri dan bagaimana langkah untuk pencegahannya. Karena semua sepakat jika bunu diri ini dapat dicegah.

Dalam pembahasan buku autopsu psikologis bunuh diri dua pelukis ini juga menceritakan tentang perjalanan napak tilas dari penulis idola Noriyu bernama Ernest Hemingway, Sylvia Plath dan Virginia Woolf yang juga mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Disana ia juga berbagi foto-foto menariknya selama bernapak tilas juga berbagi kisah unik dan sisi menarik lainnya.

Buku Noriyu ini sangat menambah lebih banyak wawasan mengenai bunuh diri, faktor terbesar serta langkah pencegahannya.

Mengenal lebih jauh, Nova Rianti Yusuf lahir di Palu, Sulawesi Tengah pada tanggal 7 november 1977. Ia merupakan seorang dokter bidang ilmu kesehatan masyakarakat, psikiater, penulis fiksi, kolomis, aktifis kesehatan jiwa dan legislator.

Ia pernah menjadi anggota DPR RI yang sangat aktif merumuskan kebijakan kesehatan jiwa sampai lahirnya UU kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014. Aktif pula sebagai pengurus organisasi profesi kedokteran jiwa dan narasumber pada berbagai seminar, pelatihan diskusi televisi dan radio mengenai kesehatan jiwa.

Psikiater pada Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Suicide Prevention atau pencegahan bunuh diri adalah kepeduliannya kini hingga lahirlah buku Jelajah Jiwa, Hapus Stigma Ini.

Judul Buku                  : Jelajah Jiwa, Hapus Stigma
Penulis                        : Dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ
Penerbit                      : Buku Kompas
Tanggal Peluncuran    : 12 Maret 2020
Penyunting                  : Imelda Bachtiar