Tak Nasionalis, Sekjen PDIP Kritik Kader PDIP yang Sering Makan di KFC

Jakarta, law-justice.co - Salah satu ciri seseorang nasionalis adalah lebih suka menggunakan atau memakai produk dalam negeri daripada luar negeri. Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik kader-kader partainya yang masih sering makan di restoran cepat saji milik pengusaha luar negeri seperti KFC dan McDonald’s.

Bagi Hasto, kader-kader PDIP yang masih gemar makan di restoran cepat saji seperti KFC dan McDonald’s, maka nasionalismenya patut dipertanyakan.

Baca juga : Sahut Menyahut Hasto & Gibran: Soal Rebut PDIP hingga Jokowi-Megawati

“Jika ada kader yang sering menikmati makanan dan minuman dari luar seperti KFC, McD dan Sprite, maka itu dipertanyakan kekaderannya,” kata Hasto dalam sambutannya saat menghadiri Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD PDIP Sulsel, di Hotel Claro, Makassar, Kamis (12/3/2020).

Hasto meminta seluruh kader PDIP untuk mencontoh Presiden RI pertama Soekarno yang mencintai makanan dan minuman tradisional Indonesia.

Baca juga : Ungkap Syarat, Hasto Sebut Jokowi Tak Bisa Langsung Bertemu Megawati

“Kecintaan Soekarno terhadap makanan dan minuman tradisonal itu, dibuktikan Pak Soekarno dengan menulis buku Mustika Rasa. Pak Soekarno selalu menekankan untuk berdikari,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Hasto juga mengingatkan agar kader PDIP di Sulsel mempertahankan kepribadian bangsa. Salah satunya, kata dia, yakni terkait masakan tradisional.

Baca juga : Pilgub Sumatera Utara, PDIP Siapkan Tandingan Menantu Jokowi

“Sejak 44.000 tahun yang lalu, peradaban di Sulsel telah ada. Bahkan, rempah-rempah juga melimpah. Maka tidak salah jika di Sulsel dan Makassar itu makanan tradisionalnya luar biasa dan wajib dilestarikan,” ucapnya.

Selain itu, kata Hasto, Indonesia juga memiliki obat-obatan tradisional yang sangat kaya. Karenanya, hal ini perlu lestarikan agar dapat menangkal berbagai macam penyakit.

“Obat tradisional kita itu sangatlah kaya, kekayaan hayati Indonesia sangat banyak. Bahkan, khusus untuk obat-obatan ada sekitar 30 tapi yang dipatenkan baru 12 jenis obat-obatan. Ini perlu inovasi sehingga dapat digunakan.”(suara.com)