International Women`s Day

Kekerasan Terhadap Perempuan Kian Meningkat, Kapan RUU PKS Disahkan?

law-justice.co - Memperingati Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret, Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mensahkan draft RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU RUU PKS). Catatan Komnas Perempuan menunjukkan, kekerasan terhadap perempuan tiap tahunnya kian meningkat.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut, selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat hampir 8 kali lipat. Bahkan, pengaduan kasus kejahatan di dunia maya di tahun 2019 mencapai 281 kasus, naik 300 persen dari tahun sebelumnya. Karena itu, ia mendorong pemerintah dan DPR segera mencabut segala peraturan diskriminatif terhadap perempuan.

Baca juga : Begini Respons PSI DKI Soal Kadernya Diduga Terlibat Kekerasan Seksual

“Yang dibutuhkan saat ini adalah payung hukum komprehensif. Rumusan definisi kekerasan seksual di peraturan perundang-undangan masih memuat banyak celah yang mendorong terjadinya ketiadaan hukuman atau impunitas pelaku kekerasan seksual. Untuk pekerja rumah tangga, yang mayoritas perempuan dan anak perempuan, hak-hak mereka belum diatur dengan baik sehingga rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan buruk. Daripada RUU Omnibus Cipta Kerja, lebih baik RUU Omnibus Perlindungan Pekerja Rumah Tangga," kata dia, dalam rilis yang diterima redaksi, Minggu (8/3/2020).

Pada tanggal 6 Maret 2020, Komnas Perempuan merilis catatan tahunan tentang kekerasan terhadap perempuan. Terdapat setidaknya 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2019 yang mayoritas bersumber dari data kasus/perkara yang ditangani Pengadilan Agama. Komnas Perempuan juga mencatat, selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen.

Baca juga : Ketua BEM UI Melki Dihujat Warga Net, Akibat Dugaan Kekerasan Seksual

Menurut Usman, aturan yang ada di KUHP belum cukup kuat bagi aparat penegak hukum untuk menjerat para pelaku kekerasan terhadap perempuan. Misalnya, pelecehan seksual verbal atau catcalling hanya ada di draft RUU PKS.

“Amnesty mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk mengatasi stereotip gender baik di peraturan perundang-undangan nasional seperti UU Pernikahan, lalu peraturan daerah seperti Jinayat di Aceh, hingga pernyataan pejabat negara yang mengandung gender stereotype," ucap Usman.

Baca juga : Imbas Kasus Kekerasan Seksual, UI Resmi Skors Melki Sedek 1 Semester

Draft RUU PKS sudah masuk dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2016, namun hingga sekarang DPR RI dan pemerintah belum juga mengesahkannya menjadi undang-undang. RUU ini memuat sanksi pidana terhadap berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk di dalamnya perkosaan dalam perkawinan.

RUU PKS dinilai mampu memberikan perlindungan yang komprehensif terhadap perempuan yang kerap kali menjadi korban kekerasan seksual. Selain itu, RUU PKS juga mengatur hak korban untuk mendapatkan pemulihan pada aspek fisik, psikologis, ekonomi, sosial, dan budaya.

“Sebagai negara peratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), Indonesia wajib proaktif memajukan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan sesuai kewajiban HAM internasional," pungkas Usman.