Amerika Ungkap Pejabat Indonesia Terlibat Dugaan Suap di PLN

Jakarta, law-justice.co - Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengungkap adanya dugaan suap di PT Perusahan Listrik Negara (PLN) oleh pimpinan PLN dan anggota DPR untuk memenangkan tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, pada 2003 silam. Hal itu diketahui setelah Depertemen Kehakiman menuntut dua orang WNI yang juga terlibat dalam kasus tersebut.

Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal lembaga Antikorupsi Transparansi Internasional Indonesia (TII) Danang Widoyoko meminta PLN melakukan penyidikan internal dan juga terhadap anggota DPR pada saat itu atas temuan dari Departemen kehakiman AS tersebut.

Menurutnya, satuan pengawas internal dalam tubuh PLN harus segera bertindak guna menjaga nama baik PLN di tingkat global.

"Mestinya satuan pengawas internalnya harus segera bertindak, meskipun kasus lama, tapi ini mencoret nama PLN di [tingkat] global.

"Kejadiannya terbongkarnya di Amerika dan ini membuat citra PLN jadi buruk. Menurut saya ini harus direspon PLN dengan segera melakukan pemeriksaan internal, mengecek siapa saja waktu itu yang terlibat. Jika masih ada dan belum pensiun, [pelakunya] harus segera [diselidiki] juga," kata Danang kepada BBC News Indonesia.

Dia menambahkan, "Yang saya kira penting bagi PLN adalah memastikan apakah pada kasus itu peluang-peluang [penyuapan] masih terbuka hingga sekarang ini, untuk mencegah kasus serupa tidak terjadi lagi."

Apa tanggapan PLN?

Dwi Suryo Abdullah, wakil presiden relasi publik PLN mengatakan bahwa pihaknya masih harus mempelajari tuntutan tersebut sebelum berkomentar.

Ketika ditanya apakah PLN akan melakukan penyidikan internal, ia mengatakan bahwa jika suatu kasus korupsi sudah diselidiki oleh penegak hukum, maka PLN tidak akan menyelidiki secara internal.

" Case -nya Pak Sofyan [Basir] apa memang [penyidikan] internal dilakukan? Tidak juga. Karena itu sudah ditangani KPK jadi ya sudah di KPK tanyanya," katanya kepada BBC (19/02), merujuk pada mantan direktur utama PLN Sofyan Basir yang November lalu divonis bebas setelah disangka terlibat kasus dugaan suap berkaitan dengan proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.

Sementara itu, kepada BBC News Indonesia, pelaksana tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri mengatakan bahwa ia masih harus mempelajari dan meneliti dakwaan terhadap dua WNI tersebut sebelum berkomentar lebih lanjut.

Seperti apa tuntutan Departemen Kehakiman AS?

Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada Selasa (18/02) mengumumkan telah mengenakan tuntutan kepada dua mantan petinggi anak perusahaan Alstom S.A., perusahaan energi dan transportasi asal Prancis, di Indonesia, Reza Moenaf dan Eko Sulianto, atas konspirasi pelanggaran Undang Undang Praktik Korupsi di Negara Asing milik AS, atau dikenal dengan nama FCPA, dan pencucian uang.

Selain itu, penegak hukum AS juga menuntut Junji Kusunoki, mantan wakil manajer umum Departemen Proyek Energi Luar Negeri untuk Marubeni Corporation, konglomerasi dagang dan investasi asal Jepang, dengan pasal-pasal yang sama.

Reza, Eko, dan Junji, dan beberapa orang lainnya, diduga menyuap sejumlah pejabat di Indonesia, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pimpinan PLN, pada 2003, ungkap Departemen Kehakiman AS.

Dugaan suap itu, lanjutnya, guna memenangi tender pembangunan proyek PLTU Tarahan yang bernilai 118 juta dollar AS, seperti dikutip dari pernyataan resmi Departemen Kehakiman AS.

Disebutkan, untuk menyembunyikan pembayaran tersebut, ketiganya diduga mempekerjakan dua konsultan untuk membayarkan suap ke sejumlah pejabat di Indonesia, meski di atas kertas perusahaan konsultan tersebut memiliki tugas untuk memberikan jasa konsultasi terkait proyek Tarahan.

Dalam pernyataannya, Departemen Kehakiman AS menjabarkan sebuah surat elektronik antara Reza, Eko, dan pelaku suap lainnya pada tahun 2003 yang mengatakan bahwa pejabat PLN saat itu khawatir apakah uang yang diterimanya kecil, sepantaran "uang saku", atau akan cukup besar, mengingat nilai proyek Tarahan yang akan dinikmati oleh konsorsium Alstom jika mereka menang tender.

Pada akhirnya konsorsium tersebut menang tender proyek pembangunan PLTU Tarahan pada Mei 2004 dan membayarkan sejumlah uang kepada perusahaan konsultasi, yang diduga diteruskan ke pejabat-pejabat di Indonesia, kata Departemen Kehakiman AS.

Siapa pejabat PLN yang diduga terlibat?

Pengamat energi, Fabby Tumiwa, yang juga Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan kasus yang melibatkan mantan petinggi Alstom Indonesia tersebut adalah kasus lama yang penerima suapnya, mantan anggota DPR Emir Moeis, telah divonis tiga tahun penjara pada 2014.

Meski demikian, nama petinggi PLN tersebut hingga kini belum terungkap.

"Sudah ada sidang di 2014 yang memberikan keputusan [dalam] sidangnya itu terbukti Alstom memberikan suap kepada anggota DPR dan [petinggi] PLN, sampai sekarang [nama petinggi] PLN tidak diungkap. Di Indonesia, Emir Moeis yang ditangkap KPK berkaitan dengan kasus itu," kata Fabby. (Viva.co)