Kisah CEO Google, Diterima Kerja Karena Tak Bisa Jawab Pertanyaan

Jakarta, law-justice.co - CEO Google Sundar Pichai membagikan kisahnya yang cukup unik dengan para mahasiswa di Institut Teknologi India pada 2017 lalu. Dalam perbincangannya itu, Sundar menceritakan bagaimana dirinya diterima di sebuah perusahaan teknologi terbesar di dunia hanya karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari pewawancara. 

Pichai menceritakan saat itu pewawancara bertanya kepadanya terkait apa pendapatnya tentang Gmail. Seperti diketahui, Google baru saja mengumumkan layanan email pada hari yang sama, yakni 1 April.

Baca juga : Sultan India Malah Bangun Pembangkit Green Energy Terbesar di Dunia

“Saya pikir itu adalah lelucon April Mop,” kata Pichai.

Akhirnya, Pichai pun mengatakan, dia tidak bisa menjawab karena dia belum menggunakan produk tersebut. Pewawancara pun menunjukkannya kepada Pichai dan kembali mengajukan pertanyaan.

Baca juga : India Bakal Terapkan UU Kewarganegaraan yang Mendiskriminasi Muslim

“Bagaimana pendapat Anda tentang Gmail?”

Kebanyakan kandidat mungkin akan berusaha menjawab. Namun Pichai justru melakukan hal sebaliknya hingga pewawancara pun terkesan dan Pichai mendapat pekerjaan itu.

Baca juga : Bulog: 300.000 Ton Beras Impor dari Thailand dan Pakistan Mulai Masuk

Dia mengatakan hal yang dapat dipelajari adalah bahwa memberi tahu pewawancara bahwa kamu tak tahu jawabannya mungkin akan membuat turun beberapa poin. Namun, hal ini akan lebih baik daripada menjawab hal yang salah.

Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-orang dengan “kerendahan hati intelektual” atau mengakui apa yang tidak diketahui adalah lebih baik.

Karena itulah saat itu Pichai berhati-hati memikirkan pertanyaan tersebut. Apa yang bisa dia katakan tentang sesuatu yang bahkan belum dilihatnya? Jika dihadapkan dengan pertanyaan wawancara yang sulit, Pichai anjurkan tetap tenang dan luangkan waktu sejenak untuk berpikir sebelum merespons.

Alih-alih mengatakan “saya tidak tahu”, Pichai mengakui tidak bisa menggunakan produknya. Dengan melakukan itu, ia menyatakan rasa ingin tahunya. Hal ini merupakan sifat yang disukai atasan dalam mencari kandidat.

“Kesimpulannya adalah bahwa memberikan jawaban yang jujur tidak terjadi dalam ruang hampa di mana Anda mencetak poin kebajikan. Nilai dari menjadi jujur secara intelektual adalah memberi Anda kesempatan untuk menunjukkan apa yang Anda tahu,” katanya. (wartaekonomi)