Dilarang, 2 Aktivis Papua Ini Tetap Pakai Koteka Saat Sidang

Jakarta, law-justice.co - Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keberatan dengan pakaian adat Papua yakni Koteka yang dikenakan oleh dua tahanan politik Papua, Dano Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait saat menggelar sidang perdana terkait kasus dugaan makar dan permufakatan jahat. Hakim menilai pakaian tersebut tidak sesuai untuk dipakai di persidangan. Meski begitu, kedua pria ini tidak mengindahkannya, dan malah tetap memakai koteka.

"Iya, para tapol hari ini juga akan memakai koteka," kata Kuasa Hukum Aktivis Papua Surya Anta Ginting Cs, Mike Himan, saat menghadiri sidang dengan agenda pembacaaan eksepsi atau nota keberatan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020) seperti dikutip dari Rmol.id.

Baca juga : Makin Panas, Ini Pernyataan Terbaru Ruhut soal Foto Anies Berkoteka

Selaku kuasa hukum, Mike tidak bisa melarang para tapol ini menggunakan hak dan keinginan mereka.

"Kami kuasa hukum juga gak larang, hak-hak mereka. Kami bebaskan," kata dia.

Baca juga : Ruhut Posting Foto Anies Berkoteka, Majelis Rakyat Papua Marah Besar

Dia pun tak mempermasalahkan jika Hakim Pengadilan Jakarta Pusat dalam perkara ini yang diketuai oleh Agustinus Setyo Wahyu kembali menolak membacakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Nota Keberatan atau Eksekpsi dari kuasa hukum tahanan politik ini.

Mike justru mengungkapkan kejanggalan yang dilakukan oleh pihak PN Jakpus. Mike mendapati PN setempat mengirimkan surat edaran ke pihak kepolisian terkait pengamanan sidang yang akan digelar hari ini.

Baca juga : Ditegur Hakim, 2 Aktivis Papua Tetap Pakai Koteka di PN Jakpus

Dalam surat edaran itu mereka menyebut sidang tapol Papua ini berisiko mengganggu keamanan hingga meminta kepada aparat kepolisian agar ikut mengamankan jalannya sidang.

Mike yakin, selama sidang berlangsung sejak Desember 2019 lalu tak pernah ada keributan atau aksi solidaritas dari para pendukung Tapol ini. Setiap sidang, selalu berlangsung aman dan damai.

"Padahal selama sidang dari pendaftaran hingga sekarang tanggapan eksepsi itu belum pernah aksi solidaritas, yang datang itu enggak pernah aksi, pengadilan aman-aman saja," jelasnya.

Jaksa sebelumnya mendakwa enam aktivis Papua yakni Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Lokbere melakukan makar dan pemufakatan jahat.

Pada dakwaan pertama, keenam aktivis Papua itu didakwa melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP atau mengenai makar.

Sedangkan dakwaan kedua, Pasal 110 ayat (1) KUHP mengenai pemufakatan jahat yang didakwakan kepada keenam aktivis Papua, akibat kasus pengibaran bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019.