Iran - AS Panas, Mahathir Mohammad Serukan Negara Muslim Bersatu

law-justice.co - Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohammad mengatakan bahwa negara-negara Muslim harus bersatu untuk melindungi diri mereka sendiri menghadapi ancaman eksternal. Pernyataan itu disampaikan Mahathir setelah menyebut pembunuhan Komandan Militer Iran Qasem Soleimani yang dilakukan Amerika Serikat (AS) sebagai tindakan tak bermoral.

PM tertua di dunia itu mengatakan bahwa pembunuhan Soleimani yang terjadi pada Jumat pekan lalu merupakan sebuah pelanggaran hukum internasional. Dia mengatakan bahwa serangan itu telah memicu kekhawatiran terjadinya konflik yang lebih luas di Timur Tengah dan dapat menyebabkan eskalasi dalam aksi terorisme

Baca juga : Cermati 3 Rekomendasi Saham Ini saat IHSG Kembali ke Level 7.000

"Waktunya tepat bagi negara-negara Muslim untuk berkumpul," kata Mahathir sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (7/1/2020).

“Kita tidak lagi aman sekarang. Jika ada yang menghina atau mengatakan sesuatu yang tidak disukai seseorang, tidak apa-apa bagi orang dari negara lain untuk mengirim drone dan mungkin menembaki saya," sambungnya.

Baca juga : Manajemen TikTok Optimistis Menang di Pengadilan AS

Sekira 50 orang termasuk wanita yang mengenakan burqa berkumpul di luar kedutaan Iran di Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur, meneriakkan slogan anti AS.

Mahathir telah berusaha mempertahankan hubungan baik dengan Iran meskipun ada sanksi AS terhadap negara Timur Tengah itu. Diperkirakan 10.000 warga Iran tinggal di Malaysia.

Baca juga : Iran Ultimatum Hancurkan Israel Jika Terus Menyerang

Bulan lalu, Mahathir menjamu Presiden Iran Hassan Rouhani di sebuah konferensi para pemimpin Muslim di Malaysia di mana mereka membahas peningkatan bisnis, perdagangan dengan menggunakan mata uang masing-masing, dan bersaing dengan negara-negara non-Muslim.

Komentar Mahathir baru-baru ini tentang perlakuan terhadap Muslim di India dan kritiknya terhadap Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang berbasis di Arab Saudi telah merusak hubungan Malaysia dengan New Delhi dan Riyadh.

"Saya berbicara yang sebenarnya," kata Mahathir. "Anda melakukan sesuatu yang salah, saya pikir saya punya hak untuk berbicara."