Tolak Pilpres oleh MPR, Dedi Mulyadi: MPR Sudah Jadi Malaikat ?

Jakarta, law-justice.co - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyatakan tidak setuju presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Dedi menilai, pemilihan presiden oleh MPR merupakan sebuah kemunduran demokrasi, serta melenceng dari cita-cita reformasi.

Baca juga : Saat Heboh Isu Posisi Ketua DPR, Revisi UU MD3 Masuk Daftar Prolegnas

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini menjelaskan, pemilihan presiden langsung oleh rakyat merupakan konsep yang sudah menjadi kesepakatan bersama pasca-reformasi.

"Reformasi melahirkan demokrasi. Lalu demorkasi melahirkan kedalutan rakyat secara utuh. Reformasi itu memberi ruang kepada rakyat untuk menentukan calon pemimpin mereka," kata Dedi seperti melansir kompas.com.

Baca juga : Soal Politikus Mental Codot!

Kalau pilpres dilakukan melalui MPR, kata Dedi, hal itu sama saja dengan menutup ruang bagi partisipasi masyarakat. Jika hal itu terjadi, maka legitimasi pemimpin di hadapan rakyat akan lemah. Pemimpin mendapat legitimasi kuat hanya dari elite politik di MPR.

Menurut Dedi, pilpres langsung terbukti sudah melahirkan pemimpin-pemimpin terbaik. Sebut saja, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sudah memimpin Indonesia selama dua periode. Tingkat popularitas dan kepuasan publik terhadap SBY tinggi.

Baca juga : IT KPU Cacat Lahir, Fabrikasi Kesalahan & Kecurangan: Audit Forensik!

Lalu pemimpin terbaik lainnya yang merupakan produk pilpres langsung adalah Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Jokowi ini juga kembali terpilih sebagai presiden untuk kedua kalinya berkat pilpres langsung.

Oleh karena itu, Dedi mengajak rakyat untuk mempertahankan demokrasi ini. Pilpres langsung harus dipertahankan karena merupakan wujud demokrasi sejati.

"Hak rakyat mau diambil alih? Memang kita anggota MPR sudah jadi malaikat," tanya Dedi.

Dia menduga, usulan pilpres oleh MPR disampaikan oleh orang-orang yang tak percaya diri jika pemilihan langsung oleh rakyat. Dia merasa yakin akan menang kalau dipilih oleh MPR.

"Bisa jadi ada pihak yang kalau dipilih oleh MPR dia akan terpilih. Mungkin akan ada begitu," kata mantan bupati Purwakarta dua periode ini.

Dedi mengakui memang ada kelemahan dalam pilpres langsung ini. Terutama pada mekanisme dan sistem pengelolaannya. Namun, kata Dedi, kelemahan itu bisa diperbaiki.

Misalnya, sebut Dedi, pelaksanaan pilpres tidak dibuat serentak dengan pemilihan anggota DPR dan DPRD. Selain itu, waktu kampanye tak boleh terlalu panjang, cukup dua bulan saja.

"Perbanyak penggunaan media TV untuk debat dan kampanye. Kalau kemarin debat resmi hanya 2 kali, nanti mah setiap minggu dalam dua bulan, di televisi," kata Dedi.