Demokrat: Cara Berpikir Surya Paloh dan Prabowo Sudah Jadul

law-justice.co - Partai Demokrat kembali menyerang Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum NasDem Surya Paloh yang sepakat dengan amandemen UUD 1945 menyeluruh. Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon menyebut dua ketum itu berpikiran jadul alias jaman dulu.

"Terlihat benar dari pernyataan ini Pak Prabowo dan Surya Paloh tidak baca konstitusi cq. Undang Undang Dasar kita yang sekarang berlaku," ujar Jansen sperti dilansir dari detik.com, Rabu (16/10/2019).

Baca juga : Di Acara Halal Bihalal PBNU, Prabowo: Saya Keluarga NU dari Dulu

Soal amandemen UUD 1945 menyeluruh memang menjadi salah satu poin kesepakatan hasil pertemuan Prabowo–Paloh. Jansen mengingatkan, Pasal 37 UUD 1945 saat ini tidak memungkinkan amandemen dilakukan secara menyeluruh.

"Di Pasal 37 UUD sudah jelas diatur: sekarang perubahan UUD hanya bisa dilakukan pasal per pasal saja. Tidak bisa lagi menyeluruh dan komperhensif seperti dulu. Jadi masyarakat tenang saja, ide ini tak akan terjadi," tuturnya.

Baca juga : Politisi Demokrat Ajak Seluruh Pihak Bersatu Membangun Bangsa

"Di Pasal 37 UUD yang sekarang berlaku: perubahan itu hanya bisa dilakukan terhadap pasal–pasal tertentu saja. Dan dalam usulan itupun harus disampaikan dengan jelas bagian mana yang hendak diubah beserta alasannya," sambung Jansen.

Bila merujuk pada UUD 1945 yang lama menurutnya memang amandemen bisa dilakukan secara menyeluruh. Atas dasar itu, Jansen menganggap Prabowo–Paloh sudah ketinggalan zaman atau jadul.

Baca juga : Dibanding Ngemis Gabung Pemerintah, PKS Lebih Baik Oposisi Bareng PDIP

"Jadi cara berpikir pak Prabowo dan Surya Paloh dalam mengubah UUD ini sudah zaman `jadul`. Sudah kedaluwarsa. Karena perubahan menyeluruh dan komprehensif itu hanya bisa dilakukan menggunakan tatacara di Pasal 37 Undang Undang Dasar lama yang sudah tidak berlaku lagi," sebut eks juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo–Sandiaga Uno itu.

Sebelumnya diberitakan, Demokrat beberapa kali melempar serangan menyusul kesepakatan antara Prabowo–Paloh yang melakukan pertemuan pada Minggu (13/10) kemarin. Partai pimpinan Ketum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu seolah gerah dengan kemesraan Prabowo–Paloh.

Demokrat dinilai bereaksi negatif pada safari politik yang dilancarkan Prabowo di tengah konsolidasi kemungkinan Gerindra masuk koalisi Joko Widodo–Ma`ruf Amin. Diketahui, Prabowo telah bertemu dengan Jokowi pada Jumat (10/10).

Selanjutnya, pertemuan Prabowo dengan sejumlah pucuk pimpinan partai Koalisi Jokowi berlanjut, yakni Ketum NasDem Surya Paloh, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Jauh hari, Prabowo juga sudah bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum PPP Suharso.

Sementara itu, SBY juga sudah bertemu dengan Jokowi. Namun gerilya SBY tampak tak segencar Prabowo. Nasib Demokrat yang juga menjajaki masuk koalisi Jokowi pun dipertanyakan.

Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyatakan bisa saja serangan itu menunjukkan kekhawatiran dari Demokrat dengan alasan makin tipisnya peluang partai yang didirikan SBY itu untuk diajak dalam kabinet.

"Demokrat bisa tersingkir dalam penyusunan kabinet. Kalau pun dapat bagian ya di luar kabinet," kata Ray.