Ini Perusahaan China yang Bikin Jokowi Kesal Karena Pilih Vietnam

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo kecewa karena jumlah investasi yang masuk ke Indonesia kalah dengan negara lain di Asia Tenggara.

Hal ini karena banyaknya perusahaan yang pindah dari China akibat perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) tidak memilih Indonesia sebagai tempat untuk berinvestasi.

Baca juga : Kemenkeu: Posisi Utang Pemerintah Turun Tipis di Maret, Jadi Rp8.262 T

Melansir dari Detik.com, 33 perusahaan yang terdaftar di China sudah sejak Juni menyatakan untuk merelokasi perusahaan ke luar negeri.

Dalam berita tersebut dinyatakan, hampir 70% dari 33 perusahaan memilih Vietnam sebagai tujuan, sementara sisanya memilih Kamboja, India, Malaysia, Meksiko, Serbia, dan Thailand.

Baca juga : Soal Anies Baswedan dan Pilgub Jilid II

Dari 33 perusahaan yang pindah ke China, beberapa di antaranya adalah Jinhua Chunguang, pembuat produk karet.

Pada 19 Juli mereka mengumumkan akan berinvestasi US$ 4,35 juta untuk mendirikan basis produksi di Vietnam. Investasi itu salah satunya merupakan respons terhadap perubahan pada lingkungan global.

Baca juga : Begini Respons Gibran soal Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi Pemerintah

Berikutnya adalah Zhejiang Henglin Chair Industry yang juga memilih pindah ke Vietnam, di mana mereka mengakuisisi pabrik milik Taiwan. Itu sebagai bagian dari investasi sebesar US$ 48 juta untuk mempercepat ekspansi. Henglin termasuk pembuat furnitur Swedia Ikea dan Nittori Jepang di antara kliennya.

"Kami akan mulai berproduksi pada paruh kedua tahun ini," kata seorang eksekutif di perusahaan itu kepada Nikkei di pabriknya di Kabupaten Anji.

Pabrikan tekstil juga telah memutuskan untuk meningkatkan produksi di Vietnam, yaitu Huafu Fashion. Mereka mengumumkan pada bulan Desember bahwa pihaknya berinvestasi US$ 362 juta untuk membangun pabrik di sana.

Pembuat benang yang digulung itu mengatakan mendirikan fasilitas manufaktur di Vietnam memungkinkan mereka untuk mencari bahan baku yang lebih murah, mengurangi biaya tenaga kerja dan menghindari hambatan tarif.