Dugaan Patgulipat Menpora & Asistennya dalam Suap Dana Hibah

Jakarta, law-justice.co - Nama Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya Miftahul Ulum disebut dalam persidangan kasus dugaan suap dana hibah untuk KONI di pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (15/8/2018). Jaksa Penuntut Umum KPK menyebut Miftahul Ulum menerima Rp11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan, penerimaan ini diketahui Menpora Imam Nahrawi.

Karena itu Jaksa KPK menyebut ada dugaan pemufakatan jahat antara Menpora Imam Nahrawi dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum dan staf protokoler Kemenpora Arief Susanto.

Baca juga : Diungkap Mahfudz Siddiq, Gelora Tegas Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo

"Dari keterangan saksi dan alat bukti berupa buku tabungan bank atas nama Johny E Awuy besera rekening koran dan kartu ATM yang diserahkan Johny kepada Ulum serta alat bukti elektronik berupa rekaman percakapan maka bantahan yang dilakukan saksi Miftahul Ulum, Arief Susanto dan Imam Nahrawi menjadi tidak relevan dan bahkan menurut pandangan kami menunjukkan adanya keikutsertaan para saksi dalam suatu kejahatan yang termasuk ke dalam permufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam atau dikenal dengan istilah `sukzessive mittaterscrfat`," kata Jaksa KPK Ronald F Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis (15/8/2019) seperti dilansir Antara.

Hal tersebut terungkap dalam pembacaan surat tuntutan terhadap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana yang dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Baca juga : Kejagung-KPK Didesak Usut Rumor Korupsi Rafael Alun Rp3.000 Triliun

Seperti dilansir dari Antara, Mulyana dinilai terbukti menerima suap berupa satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 senilai total sekitar Rp900 juta dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy. Pemberian itu dilakukan agar Mulyana memuluskan persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat ke Kemenpora pada 2019.

"Dalam persidangan terungkap fakta terdakwa telah menyarankan kepada Ending Fuad Hamidy untuk berkoordinasi dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrawi agar pencairan dana hibah cepat dicairkan dan setelah Ending Fuad Hamidy berkoordinasi dengan Miftahul Ulum disepakati besaran komitmen fee untuk pihak Kemenpora RI lebih kurang sebesar 15-19 persen dari total nilai bantuan dana hibah yang diterima KONI Pusat," ungkap jaksa Ronald.

Baca juga : Anies Mau Terima Tawaran Menteri Jika Dibolehkan Lakukan Hal-hal Ini

Sebagai realisasi dari besaran "fee" tersebut, Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy secara bertahap menyerahkan sejumlah uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar kepada Miftahul Ulum dengan rincian:

1. Sekitar Maret 2019, Ending atas sepengetahuan Johyn E Awuy menyerahkan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Miftahul Ulum di gedung KONI Pusat lantai 12

2. Pada Februari 2018, Ending atas sepengetahuan Johny menyerahkan uang sejumlah Rp500 juta kepada Miftahul Ulum di ruangan kerja Ending di lantai 12 KONI Pusat

3. Sekitar Juni 2018, Ending atas sepengetahuan Johny menyerahkan uang sejumlah Rp3 miliar kepada orang suruhan Ulum yaitu Staf Protokoler Kemenpora Arief Susanto di lantai 12 gedung KONI Pusat

4. Sekitar Mei 2018, Ending atas sepengetahuan Johny menyerahkan uang sebesar Rp3 miliar kepada Ulum di ruangan Ending di lantai 12 gedung KONI Pusat

5. Sebelum Lebaran 2018, Ending atas sepengetahuan Johny memberikan uang sejumlah Rp3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Miftahul Ulum di lapangan tenis Kemenpora lalu uang itu ditukarkan oleh Johny atas perintah Ending.

"Bahwa di persidangan saksi Miftahul Ulum dan Arief Susanto memberikan bantahan bahwa mereka tidak pernah datang ke kantor KONI Pusat dan tidak pernah menerima pemberian uang bertentangan dengan saksi-saksi lainnya demikian juga saksi Imam Nahrawi membantah dirinya memerintahkan dan mengetahui terkait penerimaan uang tersebut," tambah jaksa Ronald.

Terkait bantahan tersebut, jaksa KPK meminta hakim mengesampingkannya karena hanya berdiri sendiri dan tidak didukung alat bukti sah lain. Jaksa juga menganggap pernyataan itu sebagai usaha pembelaan dari Imam, Ulum dan Arief agar tidak terjerat perkara.

Fakta hukum tersebut menurut jaksa semakin kuat dengan adanya keterangan Mulyana dalam sidang bahwa ia pernah dimintai honor oleh Imam Nahrawi terkait Satlak Prima pada 2017. Selain itu Mulyana mengakui, Imam Nahrawi mengatakan agar uang honor tersebut diberikan kepada Miftahul Ulum.

"Atas permintaan Iman Nahrawi tersebut disepakati oleh terdakwa dan Supriyono untuk memberikan uang sejumlah Rp1 miliar namun baru diberikan sejumlah Rp400 juta oleh Supriyono kepada Imam Nahrawi melalui MIftahul Ulum di lapangan tenis Kemenpora," tambah jaksa Ronald.

Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap tindakan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi diketahui oleh Menpora Imam Nahrawi sebagai atasannya.

"Tindakan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora RI termasuk dalam melakukan penerimaan-penerimaan uang yang diterimanya sejumlah Rp11,5 miliar dari Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy adalah atas sepengetahuan dari Imam Nahrawi," tegas jaksa Ronald.