Napi Kumpulkan Ribuan Foto dan Video Nirbusana Anak lewat Medsos

Jakarta, law-justice.co - Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan bahwa penjara belum mampu membuat narapidana pencabulan anak jera.

Asep menyebutkan pelaku pencabulan anak ini masih melakukan aksinya melalui media sosial dan berhasil mengelabui banyak perempuan. Bahkan, napi ini menyimpan koleksi video dan foto hingga ribuan.

Baca juga : Lapor Cucunya Korban Pencabulan, Nenek di Sukabumi Dipolisikan Pelaku

Salah satu peristiwa yang belum lama terjadi adalah kasus pencabulan anak di bawah umur dengan metode child grooming yang dilakukan seorang narapidana di lapas melalui media sosial.

Berkaca dari pengalaman tersebut, Kombes Pol Asep Adi Saputra menjelaskan, efek jera bukanlah menjadi jawaban untuk narapidana.

Baca juga : Terus Bertambah, Korban Pencabulan Calon Pendeta di NTT Jadi 12 Orang

"Kasus grooming di lapas [artinya] lapas tidak menjadi tempat yang bisa memberikan efek jera. Padahal sebagai Lembaga Permasyarakatan, yang tadinya [tahanan] asosial, menjadi sosial, kembali ke masyarakat. Artinya, bahwa efek jera bukan menjadi jawaban," kata Asep selepas diskusi soal child grooming di Jakarta, Sabtu (3/8/2019).

Melansir dari Gatra, Asep menjelaskan, akibat kondisi lapas yang over kapasitas membuat para petugas lapas kesulitan bahkan luput mengawasi narapidana.

Baca juga : Miris, Pimpinan Ponpes di Bandung Disebut Cabuli Belasan Santriwati

"Sehingga sering kali kita mendengar, di tempat seperti itulah malah menjadi marak timbulnya kegiatan-kegiatan yang menyimpang," papar Asep.

Dengan demikian, menurutnya, langkah yang paling tepat mengatasi kasus tersebut adalah dengan mengamalkan sila pertama pada Pancasila, mendekatkan diri kepada Tuhan.

Modus lewat Media Sosial

Sebelumnya, polisi mencokok narapidana Surabaya, TR (25) yang melakukan pencabulan lewat media sosial dari dalam lapas. Wakil Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Asep Safrudin mengatakan, TR merupakan narapidana kasus pencabulan anak yang divonis 7 tahun 6 bulan dan baru menjalani hukuman 2 tahun penjara.

Ditemukan sebanyak 1.300 foto dan video porno anak di bawah umur dalam surel tersangka. Dari jumlah tersebut, polisi baru mengidentifikasi 50 korban, yang terdiri dari anak SD hingga SMA dengan rentang usia 11-17 tahun.

Asep menjelaskan, informasi tersebut awalnya didapatkan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Setelah diselidiki lebih lanjut, polisi mendapatkan sedikitnya empat cara tersangka melakukan pencabulan melalui media sosial.

Pertama, tersangka menerapkan social engineering di Instagram. Pelaku melakukan profiling untuk mencari informasi tentang calon korban dengan kata kunci SD, SMP, dan SMA untuk menemukan akun guru dan anak, terutama yang tidak dikunci atau diatur dalam mode private.

Langkah kedua, yakni membuat fake account atau akun palsu untuk menyamar sebagai ibu guru korban guna mengelabui para korban.

"Setelah didapatkan hasil dari penyelidikan itu, ternyata ditemukan akun-akun tersebut mengatasnamakan ibu-ibu guru di dalam Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan ada juga Sekolah Menengah Atas," kata Asep saat konferensi di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019) lalu.

Langkah ketiga, tersangka mengirim pesan pribadi kepada korban melalui pesan pribadi atau DM (direct messages) Instagram dan pesan WhatsApp sebagai sarana tersangka memberikan instruksi dan menerima konten pornografi dari korban.

"Si anak diminta nomor WhatsApp. Karena si anak ini menganggap yang mengirim DM adalah ibu gurunya, dia memberikan nomornya. Kemudian komunikasi dan si tersangka memerintahkan kepada anak untuk melakukan kegiatan yang sudah dibimbing si TR. Ada yang diperintahkan adalah melucuti pakaian, bahkan lebih dari itu, si anak diminta menyentuh bagian intimnya," papar Asep.

Keempat, tersangka melakukan grooming untuk membujuk korban agar mengirimkan foto dan video tanpa busana dengan dalih nilai terancam jelek jika menolak. "Sehingga si anak ini menjadi takut dan menuruti apa yang diinginkan akun palsu ibu guru tersebut," terangnya.

Asep menjelaskan, dari hasil penelusuran konten video dan foto tersebut, korban bisa saja mencapai lebih dari 50 orang.

"Saya yakin lebih dari itu [korbannya]. Karena dari 1.300 foto itu kita belum bisa mengidentifikasi apakah ada perbedaan. Sebab si tersangka bilang satu orang bisa kirim tiga, empat, atau bahkan lebih dari lima foto dan video. Kita terus dalami korban-korban ini, jangan sampai mereka trauma akibat perilaku tersangka," ucapnya.

Adapun motif tersangka melakukan perbuatan tersebut, sejauh ini, untuk kepentingan dirinya sendiri.

"Untuk memuaskan dirinya sendiri. Apakah tersangka terlibat dalam satu sindikat pedofil atau bahkan foto dan videonya itu disebar ke media sosial lain atau kepada mafia pedofil atau bahkan dijual, itu sedang kita dalami terus," paparnya.