Pencaharian Direnggut, Warga Protes Proyek Tol Cibitung-Cilincing

Jakarta, law-justice.co - Warga penggarap lahan di kawasan Kanal Banjir Timur, Marunda, Cilinding, Jakarta Utara memprotes pengerjaan proyek Tol Cibitung-Cilincing Seksi IV. Luasan pembangunan dianggap tak sesuai dengan rencana awal, sehingga menggusur lahan penghidupan warga.

Puluhan orang lantas menghadang kendaraan dan alat berat di area proyek pada Senin (22/7/2019).

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

Kegeraman muncul lantaran warga merasa PT Waskita Karya selaku kontraktor proyek melanggar perjanjian.

Ketua RW 02 Marunda, Irmansyah Yasin seperti dilansir Antara mengungkapkan, mulanya pihak kontraktor menyatakan proyek itu hanya untuk pembangunan badan jalan selebar 10 meter dengan panjang sekitar 300 meter. Kelak jika ada pekerjaan tambahan maka warga akan diajak bermusyawarah kembali.

Baca juga : Bobby Nasution Resmi Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

"Tetapi faktanya adalah begitu badan jalan ini jadi, mereka tidak ada musyawarah lagi. Bahkan tidak ada itikad baik sama sekali, mereka main pakai-pakai saja yang namanya lahan masyarakat," papar Irmansyah.

Ia menambahkan, musyawarah antara kontraktor dengan masyarakat mengenai pengerjaan tol itu hanya berlangsung baik saat masa-masa awal proyek.

Baca juga : Anies Baswedan Nyatakan Bakal Rehat Politik Sejenak

Karena merasa tak sesuai kesepakatan awal, pada Senin (22/7/2019) warga kemudian mendatangi pekerja proyek dan meminta operator alat berat yang memasang tiang pancang untuk berhenti bekerja.

Irmansyah menjelaskan, keberatan utama warga adalah melebarnya proyek pembangunan hingga ke lahan garapan. Ia menyebut hal itu sudah berlangsung sejak awal Mei 2019.

Ia pun menuding, proses pembangunan tersebut telah mencaplok lahan seluas lima hektare yang digarap oleh 14 warga. Lahan tersebut sebelumnya digunakan warga sebagai empang yang menjadi mata pencaharian utama.

"Kerugian yang dirasakan masyarakat ya tambak. Karena ini adalah tambak aktif, warga makan ya dari empang ini. Total tambak ada 14, luas kurang lebih lima hektare," tuturnya.

Seperti dikutip Antara, Irmansyah mengatakan 14 warga tersebut sudah menerima ganti rugi Rp7 juta per orang. Kendati begitu, nilai tersebut awalnya disepakati hanya untuk pembangunan badan jalan selebar 10 meter dengan panjang 300 meter, bukan untuk pembangunan yang melebar seperti saat ini.

Meski tidak menyebut besarnya tuntutan ganti rugi yang diinginkan, Irmansyah berharap pihak kontraktor mau kembali berembug dengan warga untuk mencari titik temu.

"Tuntutan dan harapan warga ini adalah meminta, bahwasannya warga di sini telah menguasai lahan ini selama kurang lebih 20 tahun, minta diganti rugi tenaga atau minta diganti hak garapnya, hak tenaganya, lahan garapannya minta diganti," tuturnya.

Dia juga mengatakan warga sudah sering kali menggelar pertemuan yang dimediasi oleh pelbagai pihak.

"Akan tetapi pada mediasi waktu itu ada intimidasi yang dikeluarkan oleh oknum yang mengancam akan menangkap warga kalau proyek distop," kata Irmansyah lagi.

Sementara Arifin selaku perwakilan PT Waskita Karya yang menemui warga, enggan berkomentar.

"Saya nggak bisa ngomong. Kalau mau wawancara mesti kirim surat dulu ke Waskita. Ada aturannya," ucapnya seraya berlalu meninggalkan lokasi proyek.