Tak Sebatas Sanksi Terhadap 10 Personel Polisi Terkait Kasus Kampung Bali

Amnesty Desak Semua Penganiaya pada Aksi 22 Mei Terkena Hukuman

Jakarta, law-justice.co - Amnesty Internasional Indonesia (AII) berkunjung ke Bareskrim Polri untuk mengetahui detail dan perkembangan penanganan kasus kerusuhan yang terjadi pada aksi massa 21-23 Mei lalu.

Direktur Eksekutif AII Usman Hamid mengatakan pertemuan hari ini sebenarnya merupakan pertemuan yang ketiga. Sebelumnya mereka telah dua kali melakukan pertemuan tertutup dengan Polri.

Baca juga : Meneropong Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Geopolitik Global

"Hari ini kami ingin bertanya tentang perkembangan hasil penyidikan Polri terkait dugaan kematian yang tidak sah terhadap 10 korban di Jakarta dan Pontianak," kata Usman di Bareskrim Polri, Senin (8/7/2019).

Selain itu AII juga ingin menanyakan perihal dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri saat kerusuhan terjadi.

Baca juga : Ikut Sidang Sengketa Pileg, Arsul Sani Dinilai Tidak Langgar Aturan

Sebelumnya, pada Jumat lalu (5/7/2019), Mabes Polri diketahui menggelar konferensi pers hasil investigasi kerusuhan 21-22 Mei. Termasuk, hasil penyelidikan terhadap anggota Polri yang diduga melakukan penyiksaan.

Usman menanggapi konferensi pers tersebut dengan mendesak Polri bisa memberikan penjelasan secara detail terkait hasil penyelidikan atau investigasi yang telah mereka lakukan pada semua tempat kejadian kerusuhan.

Baca juga : Aji Santoso : Timnas Indonesia Disebut Bisa Bungkam Uzbekistan

"Menyangkut pelaku dari kerusuhan, baik itu pelaku langsung dan aktor-aktor intelektual di balik kerusuhan tersebut," tuturnya.

Menurut dia, hasil penyelidikan yang disampaikan oleh Polri pada pekan lalu itu masih belum mengcover sejumlah hal. Misalnya Polri baru mengumumkan penyelidikan terhadap dua orang dari 10 orang korban tewas. Yakni Harun Al Rasyid yang ditemukan di dekat jembatan layang Kemanggisan dan Abdul Aziz di wilayah Petamburan.

"Nah kami tentu ingin tahu, apakah pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap 8 orang yang tewas lainnya," ucapnya.

Menurut Usman yang belum disampaikan oleh Polri adalah soal dugaan kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi di lokasi yang lain. Sejauh ini Polri baru mengungkap penganiayaan oleh polisi di Kampung Bali.

"Nah dalam investigasi kami di Amnesty, ada setidaknya tiga lokasi tempat di mana penyiksaan atau perlakuan buruk yang lainnya itu terjadi terhadap warga sipil, dalam keadaan yang tidak berdaya yang dilakukan oleh anggota Kepolisian," tutur Usman seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Dia juga berharap agar Polri mengungkap semua tindak kekerasan personelnya terhadap massa pada aksi 22 Mei. Seperti diketahui saat ini Polri baru menetapkan 10 anggotanya yang terbukti menganiaya pemuda di Kampung Bali dengan sanksi selama 21 hari.

Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo tindakan kekerasan yang dilakukan anggota Brimob di Kampung Bali dipicu lantaran melihat komandannya diserang dengan panah.

"Ada komandan kompi dipanah, terkena panah beracun. Tapi yang bersangkutan memakai bodyvest. Melihat komandannya diserang spontan anggota tadi melakukan pencarian siapa pelakunya," kata Dedi saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Dedi menuturkan, setidaknya ada 10 anggota yang diduga menyerang warga sipil itu dan sudah menjalani sidang disiplin.

"Dari sidang disiplin itu akan menjalani penahanan di ruang khusus selama 21 hari," kata Dedi.

Nantinya, proses hukum terhadap 10 anggota Polri yang melakukan kekerasan selanjutnya bakal diserahkan ke satuan Brimob untuk diproses secara internal.