Sebanyak 94 Laporan Gratifikasi Masuk KPK Selama Idul Fitri

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 20 Mei hingga 10 Juni 2019,menerima sebanyak 94 laporan gratifikasi atau hadiah terkait Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah, Selasa (11/6).

Dari keseluruhan laporan tersebut, terdapat tujuh laporan penolakan gratifikasi di antaranya 1 ton gula pasir yang kemudian dikembalikan pada pihak pemberi oleh salah satu pemerintahan daerah di Lampung, kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta.

Baca juga : Elemen Masyarakat Sidoarjo Desak KPK Jemput Paksa Gus Muhdlor

"Sedangkan enam laporan penolakan lainnya adalah pemberian parsel pada pegawai di Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Ditjen Pajak, serta pemberian uang Rp4 juta pada pegawai Kementerian Keuangan dengan sebutan THR," ungkap Febri.

Menurutnya, sikap penolakan itu merupakan langkah terbaik yang perlu dilakukan oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara.

Baca juga : Hari Ini Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir dari Panggilan KPK

"Sejak awal, semaksimal mungkin sikap tegas menolak pemberian gratifikasi diharapkan dapat memberikan pemahaman yang tepat pada pihak pemberi agar ke depan tidak melakukan hal yang sama sehingga hal ini dapat menjadi langkah pencegahan korupsi yang lebih efisien ke depan," tuturnya.

Ia menjelaskan sesuai mekanisme yang diatur di Undang-Undang KPK, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan peraturan turunan lainnya, KPK menerima 87 laporan penerimaan gratifikasi dengan nilai total Rp66.124.983.

Baca juga : Klaim Ada Andil Marwata, Ini Penjelasan Nurul Ghufron soal Mutasi ASN

"Sebagian besar laporan penerimaan gratifikasi tersebut berbentuk makanan dan minuman yang segera dapat diserahkan pada pihak yang membutuhkan seperti panti asuhan dan lain-lain. Akan tetapi juga terdapat gratifikasi berupa uang tunai, kain batik, perlengkapan ibadah, baju koko, karangan bunga hingga `voucher` belanja di `supermarket`," kata dia.

Ia mengatakan seluruh laporan gratifikasi tersebut akan diproses KPK selama paling lambat 30 hari kerja untuk penetapan status barang gratifikasi, apakah menjadi milik negara, menjadi milik penerima atau perlakuan lain yang sesuai dengan aturan hukum terkait gratifikasi.

KPK cukup banyak menerima laporan penerimaan gratifikasi yang disampaikan melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang ada di instansi masing-masing. Sebagaimana yang dilansir dari Antara, KPK memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang positif karena UPG memang sejak awal didesain sebagai bagian dari unit yang diharapkan dapat memperkuat lingkungan pengendalian di instansi-instansi baik kementerian ataupun pemerintah daerah.

"Selain itu juga diharapkan dapat mempermudah proses pelaporan gratifikasi sehingga pelaporan tidak perlu dilakukan langsung ke kantor KPK di Jakarta, tetapi dapat disampaikan melalui UPG," ujar Febri.

Beberapa pegawai instansi yang telah melaporkan gratifikasi tersebut berasal dari unsur kementerian/lembaga, yakni Mahkamah Konstitusi RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Selanjutnya, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian, Badan Ekonomi Kreatif, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan BPJS Ketenagakerjaan.

Dari unsur pemerintah daerah, yaitu Pemkab Blora, Pemkab Boyolali, Pemkab Klaten, Pemkab Kudus, Pemkab Luwu, Pemkab Pasuruan, Pemkab Pringsewu, Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Mojokerto, Pemkot Padang Panjang, Pemkot Parepare, Pemkot Samarinda, Pemprov Banten, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemprov Lampung.

Dari unsur kampus, yakni Universitas Andalas. Dari unsur BUMN/D, yaitu PT PLN, PT Transportasi Jakarta, PT Bank Mandiri, dan Bank Kalsel.