Fraksi PPP Sepakat Revisi UU Pemilu

Jakarta, law-justice.co - Fraksi PPP DPR RI sepakat merevisi UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk memperbaiki sistem pemilu ke depannya namun tidak menabrak ketentuan hukum.

"Kami sepakat melakukan revisi UU Pemilu untuk perbaikan sistem ke depan namun tidak menabrak ketentuan hukum yang lebih tinggi," kata Wakil Sekjen DPP PPP Achmad Baidowi di Jakarta, Selasa (23/4).

Baca juga : DPR RI Tolak Normalisasi Indonesia-Israel

Dia mengatakan revisi itu dilakukan terkait berbagai persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemilu 2019.

Baidowi mengatakan pelaksanaan pemilu serentak 2019 merupakan perintah putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang kemudian diatur pada UU 7 tahun 2017.

Baca juga : MK Terima 297 Permohonan Gugatan Pileg, PPP Terbanyak

"Saat menyusun RUU Pemilu, Pansus sudah mendengarkan keterangan beberapa pihak termasuk penggugat (EG) untuk memastikan apa yang dimaksud serentak. Kesimpulannya bahwa pemilu serentak yang dimaksud adalah pelaksanaan pada hari dan jam yang sama," ujarnya.

Menurut dia, apabila ada tafsir baru terhadap keserentakan yang dimaksud putusan MK, maka ada peluang untuk mengubahnya di RUU Pemilu namun keterangan para penggugat di hadapan pansus tidak boleh diabaikan begitu saja.

Baca juga : MK Minta Penyempurnaan UU Pemilu, Ini Reaksi DPR

Baidowi yang merupakan anggota Komisi II DPR RI itu mengatakan terkait wacana pemecahan pemilu nasional dengan pemilu daerah, yaitu pemilu nasional (presiden, dpd, DPR) dan pemilu daerah (pilkada dan DPRD), menjadi masalah hukum.

"Karena putusan MK juga menyatakan pilkada bukan rezim pemilu sehingga pembiayaan menjadi tanggungjawab Pemda. Sementara pembiayaan pemilu nasional menjadi tanggungjawab pemerintah pusat," katanya.

Karena itu menurut dia, usulan pemecahan pelaksanaan pemilu itu juga memiliki kendala dari aspek landasan hukum karena sudah ada putusan MK maka untuk mengubah putusan MK tersebut perlu dilakukan amandemen UU 1945 yang langsung mengatur mengenai pelaksanaan pemilu.

Sebagaimana yang dilansir dari Antara, dia juga menyoroti banyaknya korban dari penyelenggara pemilu "ad-hoc", karena sejak awal pihaknya sudah meminta KPU menyiapkan asuransi bagi mereka dan ketentuan pembayaran premi diatur bersama pemerintah yaitu Menteri Keuangan (Menkeu).

"Karena kami menyadari tugas berat mereka yang harus melaksanakan tugasnya dalam satu hari penuh," ujarnya.