Kecurangan Pemilu 2019 yang Masif, Tak Cukup Hanya Minta Maaf Saja

Jakarta, law-justice.co - Pengamat dari Universitas Nasional, Ismail Rumadan mengingatkan azas dasar pelaksanaan pemilihan umum yaitu jujur dan adil (jurdil) adalah hal utama yang harus diwujudkan penyelenggara pemilu. "Banyaknya permasalahan dan kecurangan masif dalam pemilu 2019," kata Ismail dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (22/4).

Menurut dia, prinsip tersebut harus menjadi landasan para penyelenggara untuk menjamin suara masing-masing orang dalam pesta demokrasi lima tahunan.

Baca juga : Pekerja Tak Digaji, Direksi & Komisaris Indofarma Berlebih Tunjangan

Ismail mengatakan, sebagai pelaksana, terdapat tanggung jawab moral dan hukum yang melekat pada para penyelenggara pemilu sehingga apabila terdapat kesalahan, KPU tidak cukup hanya melontarkan permintaan maaf ke publik.

"Sekecil apapun, sengaja atau tidak disengaja harus diselesaikan secara hukum. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf saja," ujarnya.

Baca juga : DKPP: Laporan Tindakan Asusila Hasyim Asy`ari Lengkap Administrasi

Dia menilai pertanggungjawaban hukum diperlukan untuk menjaga marwah demokrasi demi mewujudkan pemilu jurdil.

Selain itu Ismail mengingatkan, menang atau kalah, bukan tujuan utama dari terselenggaranya pemilu karena pemenang sebenarnya adalah rakyat.

Baca juga : Eksaminasi Hukum Atas Vonis MK Pada Kasus Sengketa Hasil Pilpres 2024

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan sejumlah pemungutan suara ulang di sejumlah lokasi seperti di 103 TPS di Sumatera Barat, 20 TPS di Jawa Tengah, 112 TPS di Riau dan beberapa tempat lainnya.

Selain itu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menemukan 1.261 laporan kecurangan pada Pemilu 2019.