PKS Ngotot Hapus Pajak Kendaraan Bermotor, Ini Alasannya

Semarang, law-justice.co - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid berjanji akan menghilangkan pajak motor dan SIM seumur hidup. Bahkan Hidayat memperagakan pemberian SIM seumur hidup ke pemotor yang naik ke panggung kampanye.

Kampanye Akbar PKS digelar di aula UTC Kota Semarang, Jateng, dihadiri juga Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri. Hidayat melakukan orasi dan di akhir orasinya datang pemotor lengkap dengan helm. Kemudian Hidayat simbolis memberikan SIM seumur hidup.

Baca juga : HNW Dukung Menlu Bersuara Di ICJ Soal Kejahatan Israel di Palestina

Di sesi wawancara, Hidayat menjelaskan janji PKS soal menghilangkan pajak motor akan diberlakukan bagi yang mesinnya 150 cc ke bawah. Menurutnya hal itu wajar ketika pemerintah membebaskan pajak bagi pemilik kapal pesiar mewah.

"Kalau pemerintah berikan tax amnesty pada wajib pajak, berikan bebas pajak bagi pemilik kapal pesiar mewah, maka wajar dan adil pemerintah menggratiskan pajak sepeda motor roda dua 150 cc ke bawah," kata Hidayat, Sabtu (5/4/2019).

Baca juga : Indonesia Masuk 3 Besar Negara dengan Pertumbuhan Crazy Rich Tercepat

Banyak pihak yang mempertanyakan jika pajak motor dihapuskan, dari mana pemerintah daerah mendapat gantinya untuk APBD. Menanggapi hal itu, Hidayat menegaskan janji PKS tersebut sudah ada hitung-hitungannya.

"Pada hakekatnya akan jadi keputusan politik. Selain diputuskan juga dikomunikasikan dengan hitungan rasional sampai kesimpulan program bisa dilaksanakan," jelasnya.

Baca juga : Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Polisikan Akun Penyebar Hoaks

Janji kedua yaitu SIM seumur hidup yang menurut Hidayat hal itu bisa memberikan rasa kepada masyarakat kalau negara hadir untuk mereka.

"Akan berlakukan SIM seumur hidup, mengurangi beban rakyat agar tahu negara bersama mereka. SIM seumur hidup sudah berlaku di beberapa negara," jelasnya.

Sebagaimana yang dilansir dari Detik.com, dia akan membebaskan pajak pendapatan dari masyarakat dengan gaji di bawah Rp 8 juta. Menurutnya aturan saat ini sudah tidak relevan.

"Pajak penghasilan diberlakukan penghasilan minimal Rp 4,5 juta. Itu sudah tidak wajar, untuk dipajakin. Harga naik, hidup susah, banyak PHK. Kami akan ubah nominal ini. Minimal Rp 8 juta, jadi Rp 8 juta baru kena pajak," pungkasnya.