Terkait Kasus Korupsi Niaga Timah, Kejagung Periksa 2 Pejabat PT Timah

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung RI) menyatakan bahwa kembali memeriksa dua orang saksi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana mengatakan pemeriksaan dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, pada Senin (22/4) kemarin. Mereka yang diperiksa merupakan STY dan SR selaku Competent Person Indonesia atau CPI PT Timah Tbk.

Baca juga : Alasan Kejaksaan Agung Periksa Robert Bonosusatya sebagai Saksi

"Diperiksa terkait dengan penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah tahun 2015-2022 atas nama tersangka TN alias AN," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4).

Meski begitu, Ketut belum merinci lebih jauh hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada kedua saksi itu. Dia hanya mengatakan pemeriksaan dilakukan dalam rangka melengkapi berkas perkara.

Baca juga : Soal Misteri Jenderal Berinisial B di Pusaran Kasus Korupsi Timah

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," pungkasnya.

Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Baca juga : Kejagung Bisa Sita Harta Sandra Dewi, Ini Alasannya

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.