PPATK: RUU Rezim Jokowi Ini Bisa Bereskan Kekayaan Janggal Koruptor

Jakarta, law-justice.co - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) buka suara mengenai pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Sebelumnya, RUU ini disinggung oleh Presiden Joko Widodo lantaran tak kunjung dibahas oleh DPR.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan terdapat 3 substansi utama dari RUU tersebut. Pertama adalah UU ini dapat membantu negara untuk merampas kekayaan yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya atau unexplained weath.

Baca juga : Kata Ahli soal AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya

"RUU Perampasan Aset memuat tiga substansi utama, yaitu unexplained wealth sebagai salah satu aset yang dapat dirampas untuk negara," kata Ivan, Jumat, (19/4/2024).

Ivan menjelaskan prinsip tersebut terkandung dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b RUU Perampasan Aset. Dia mengatakan unexplained wealth merupakan kekayaan janggal yang dimiliki seseorang. Kekayaan itu dianggap janggal ketika kekayaan yang dimiliki, tidak sesuai dengan penghasilannya. Karenanya, kekayaan itu bisa dianggap sebagai hasil tindak pidana.

Baca juga : Naik Rp275, Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Rp12.453/Liter

"Permasalah tersebut dapat diselesaikan dengan penetapan RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana," katanya.

Selain itu, Ivan mengatakan RUU ini juga memuat tentang hukum acara perampasan, serta pengelolaan aset hasil rampasan tersebut.

Baca juga : PBB: Akan Ada Tragedi Besar jika Israel Tetap Nekat Invasi Rafah

Ivan mengatakan pemerintah melalui Surat Presiden tanggal 4 Mei telah menyampaikan RUU Perampasan Aset kepada DPR. Surat itu berisi permintaan agar RUU ini dapat dibahas dan ditetapkan bersama dengan pemerintah.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak hanya menguntungkan secara hukum, namun juga ekonomi. Dia mengatakan RUU tersebut dapat mempercepat pengembalian kerugian uang negara dari berbagai kasus hukum.

"Sehingga kejadipan penagihan aset seperti kasus BLBI tidak memakan waktu lama," jelas Bhima dilansir dari CNN Indonesia.

Lebih lanjut Bhima juga mengatakan keberadaan UU Perampasan Aset dapat membuat Indonesia bisa lebih mudah diterima dalam aksesi keanggotaan Organisation for Economic Co‑operation and Development (OECD). Dia menilai organisasi yang berisi negara-negara maju itu tentu akan menimbang keseriusan Indonesia dalam memberantas korupsi.

Bhima meyakini adanya aturan ini akan meningkatkan minat investor masuk ke RI. Sebab, Indonesia akan dianggap memiliki tata kelola yang baik.

"Semakin cepat RUU disahkan maka semakin baik bagi peningkatan daya saing, kepastian hukum dan berbagai indikator indonesia di level internasional," kata dia.***