Kim Jong Un Mohon Wanita Korut Punya Banyak Anak Sambil Menangis

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, saat meminta perempuan di negara itu agar punya banyak anak, Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un menangis.

Sebagai informasi, dia menangis di depan ribuan perempuan yang hadir dalam acara Pertemuan Ibu Nasional di Pyongyang pada Minggu (3/12). Dia tampak menyeka air mata menggunakan sapu tangan.

Baca juga : Tim PBB Temukan Keterlibatan Korut dalam Perang Rusia vs Ukraina

"Ibu-ibu yang saya cintai, mencegah penurunan angka kelahiran dan pengasuhan anak yang baik adalah tugas rumah tangga yang perlu kita tangani," kata Kim di acara itu sambil menyeka air mata, seperti melansir cnnindonesia.com.

Kata dia, saat ini Korut menghadapi sejumlah tugas yang harus diselesaikan ibu-ibu.

Baca juga : Tiba-Tiba Paus Fransiskus Minta Ukraina Menyerah ke Rusia, Kenapa?

Tugas tersebut mencakup membesarkan anak sehingga bisa meneruskan revolusi, menghilangkan praktik non-sosialis, meningkatkan keharmonisan keluarga dan persatuan sosial hingga membangun cara hidup yang bermoral.

Selanjutnya, dia juga menyebut tugas ibu-ibu yakni menerapkan kebijakan komunis, saling membantu dan memimpin satu sama lain untuk mendominasi masyarakat.

Baca juga : Remaja Korut Dihukum 12 Tahun Kerja Paksa Usai Nonton K-Pop & Drakor

"Menghentikan penurunan angka kelahiran, dan merawat anak-anak dengan baik serta mendidik mereka secara efektif," imbuh Kim.

Kim lalu berkata, "Ini adalah urusan keluarga kita bersama, yang perlu kita selesaikan dengan bergandengan tangan dengan ibu kita."

Permintaan Kim muncul sebagai upaya untuk meningkatkan angka kelahiran yang rendah di Korut.

Sebagai informasi, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2023, tingkat kesuburan atau jumlah rata-rata anak yang dilahirkan satu perempuan di Korut berada di angka 1,8.

Menurut laporan Hyundai Research Institute tingkat kesuburan Korut mengalami penurunan besar usai bencana kelaparan melanda negara itu pada 1990-an.

Korut juga sempat menerapkan program pengendalian kelahiran bayi pada 1970 hingga 1980-an untuk memperlambat populasi setelah Perang Korea.

Hyundai Research Institute menilai Korut akan menghadapi kesulitan jika tak ada tenaga kerja yang cukup.

"Negara ini akan menghadapi kesulitan untuk menghidupkan kembali dan mengembangkan industri manufaktur jika tidak tersedia tenaga kerja yang cukup," demikian menurut lembaga itu.