Mengetahui Lebih Dekat soal Hibah Wasiat, Prosedur, hingga Contohnya

Jakarta, law-justice.co - Sebagai informasi, pengertian Hibah adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada pihak lain. Contohnya hak kepemilikan suatu barang.

Inisiatif penghibahan berasal dari pemberi hibah, bukan dari penerima hibah. Karena pemberian hibah dilakukan secara cuma-cuma, terkadang hibah juga dianggap sebagai hadiah kepada orang lain. Lalu apa definisi lengkap mengenai hibah wasiat?

Baca juga : Satelit China ini Ungkap Kehancuran Gaza Lampaui Nagasaki

Simak selengkapnya dalam artikel yang dilansir dari rumah.com ini.

A. Hibah Wasiat

Baca juga : Ada 3 Bank Bangkrut Bulan April dari Total 12 yang Tutup Tahun ini

Hibah pada dasarnya adalah pemberian dari seseorang semasa hidupnya kepada orang lain. Sesuatu yang dihibahkan dapat berupa barang-barang bergerak dan barang-barang tidak bergerak, contohnya properti dan hibah tanah.

Benda atau harta tersebut dihibahkan kepada pihak lain ketika pemberi hibah masih hidup. Selain orang, harta yang dihibahkan juga bisa diberikan kepada lembaga, misalnya lembaga pendidikan.

Baca juga : DPR RI Tolak Normalisasi Indonesia-Israel

Jika pemberian diberikan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia, maka ini dinamakan hibah wasiat. Hibah wasiat atau dikenal juga sebagai Legaat adalah pemberian suatu benda tertentu kepada orang tertentu. Contohnya memberikan sebuah lemari atau sebuah mobil. Pasal 957 KUHPer isinya menentukan bahwa:

“Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus dengan mana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalan.

Itulah pengertian dari hibah wasiat yang perlu Anda ketahui. Rumah juga bisa menjadi salah satu aset yang bisa dijadikan hibah wasiat. Nah, jika Anda sedang mencari rumah di jual di kawasan Semarang Barat, cek di sini daftar rumah terbaiknya!

B. Dasar Hukum Hibah Wasiat

Dasar hukum mengenai hibah diatur dalam ketentuan Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer). Pada dasarnya hibah dapat diartikan sebagai pemberian barang terhadap orang lain secara cuma-cuma sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1666 KUHPer yang menyatakan sebagai berikut:

“Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”
Sedangkan surat wasiat (testament) merupakan sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dan dapat dicabut kembali olehnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 875 KUHPer.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hibah wasiat dapat diartikan sebagai pemberian suatu barang tertentu oleh pewaris kepada orang tertentu yang telah disebutkan atau ditetapkan oleh Pewaris dalam surat wasiat yang dibuatnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 957 KUHPer yang menyatakan sebagai berikut:

“Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.”

Pasal 958 KUHPer menyatakan bahwa orang yang berhak menerima hibah wasiat adalah penerima hibah wasiat bukan ahli waris dan ahli waris yang dinyatakan sebagai berikut :

“Semua hibah wasiat yang murni dan tidak bersyarat, sejak hari meninggalnya pewaris, memberikan hak kepada penerima hibah wasiat (legitaris) untuk menuntut barang yang dihibahkan dan hak tersebut beralih kepada sekalian ahli waris atau penggantinya.”

Pada dasarnya pewarisan dapat dilakukan setelah pewaris meninggal dunia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 830 KUHPer, serta seluruh harta peninggalan pewaris merupakan milik ahli waris, sejauh pewaris belum mengadakan ketetapan yang sah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 874 KUHPer.

Ketetapan yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 874 KUHPer yaitu surat wasiat (testament), dimana surat wasiat (testament) berdasarkan ketentuan dalam Pasal 931 KUHPer hanya boleh dibuat dalam bentuk akta olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia atau akta tertutup.

C. Prosedur Membuat Hibah Wasiat

Hibah wasiat menurut Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.

Pada dasarnya, hibah wasiat adalah sama dengan hibah biasa, tetapi ada satu hal penting yang menyimpang dari hibah biasa, yaitu ketentuan bahwa pemberi hibah masih hidup. Sedangkan dalam hibah wasiat, pemberian hibah justru baru berlaku pada saat pemberi hibah meninggal dunia.

Pembuatan wasiat tergantung pada jenis wasiat yang akan dibuat. Untuk wasiat Olografis yang ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris sendiri kemudian dititipkan kepada notaris (Pasal 932-937 KUHPerdata).

Surat wasiat umum atau surat wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan notaris (Pasal 938-939 KUHPerdata), surat wasiat rahasia atau tertutup pada saat penyerahannya, pewaris harus menandatangani penetapan-penetapannya, baik jika dia sendiri yang menulisnya ataupun jika ia menyuruh orang lain menulisnya; kertas yang memuat penetapan-penetapannya, atau kertas yang dipakai untuk sampul, bila digunakan sampul, harus tertutup dan disegel (Pasal 940 KUHPerdata).

Dalam hal pembuatan surat wasiat, perlu adanya saksi sesuai dengan jenis wasiat yang akan dibuat. Pada pembuatan surat wasiat olografis dibutuhkan dua orang saksi. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut, pada saat pewaris menitipkan surat waris, kemudian notaris langsung membuat akta penitipan (akta van de pot) yang ditandatangani oleh notaris, pewaris, serta dua orang saksi dan akta itu harus ditulis di bagian bawah wasiat itu bila wasiat itu diserahkan secara terbuka, atau di kertas tersendiri bila itu disampaikan kepadanya dengan disegel.

Pada pembuatan surat wasiat dengan akta umum dibutuhkan dua orang saksi. Proses pembuatan surat wasiat dengan akta umum dilakukan di hadapan notaris yang kemudian ditandatangani oleh pewaris, notaris dan dua orang saksi.

Pada pembuatan surat wasiat dengan keadaan tertutup dibutuhkan empat orang saksi. Prosesnya yaitu pada saat penyerahan kepada notaris, pewaris harus menyampaikannya dalam keadaan tertutup dan disegel kepada Notaris, di hadapan empat orang saksi, atau dia harus menerangkan bahwa dalam kertas tersebut tercantum wasiatnya, dan bahwa wasiat itu ditulis dan ditandatangani sendiri, atau ditulis oleh orang lain dan ditandatangani olehnya.

Sebagai catatan, dalam hal pembuatan surat wasiat oleh salah satu orang tua yakni Ibu pada saat kedua orang tua masih hidup, perlu adanya persetujuan dari ayah atau suami. Hal ini mengacu pada pengaturan mengenai harta bersama, yaitu Pasal 36 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), yang berbunyi: “Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”; akan tetapi, apabila rumah tersebut adalah harta bawaan dari Ibu, maka tidak perlu adanya persetujuan dari ayah atau suami.

Hal ini mengacu pada pengaturan mengenai harta bawaan yaitu Pasal 36 ayat (2) UU Perkawinan, yang berbunyi: “Mengenai harta bawaan masing-masing,suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum untuk harta bendanya.”

Selain itu pembuatan surat wasiat harus dilakukan atau dititipkan kepada notaris. Dengan demikian, surat wasiat harus dibuat dengan akta otentik sesuai dengan pengaturan pada Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.”

D. Contoh Hibah Wasiat

Hibah wasiat merupakan salah satu cara untuk menyelenggarakan pembagian harta benda dalam warisan. Dalam hibah wasiat, seseorang dapat menghibahkan sebagian atau seluruh harta benda mereka kepada penerima yang ditentukan melalui surat wasiat. Berikut contoh mengenai hibah wasiat untuk memberikan gambaran tentang bagaimana pelaksanaan hibah wasiat dapat terjadi.

Surat Wasiat Hibah

Saya, [Nama Lengkap Anda], dengan identitas pribadi sebagai berikut:

Nama: [Nama Lengkap]

Alamat: [Alamat Lengkap]

Tanggal Lahir: [Tanggal Lahir]

Status Perkawinan: [Status Perkawinan]

Dalam keadaan sehat dan berpikir jernih, saya membuat surat wasiat ini untuk menyatakan hibah atas harta benda yang saya miliki kepada penerima hibah yang saya tentukan. Surat wasiat ini akan berlaku setelah saya meninggal dunia.

1. Hibah:

Saya dengan ini menghibahkan:

Uang tunai sebesar [jumlah uang tunai] kepada [Nama Penerima Hibah].

Rumah dan tanah yang saya miliki, yang terletak di [Alamat Rumah] dengan nomor identifikasi properti [Nomor Properti], kepada [Nama Penerima Hibah].

Mobil [Merk dan Tipe Mobil] yang saya miliki kepada [Nama Penerima Hibah].

2. Penunjukan Penerima Hibah:

Saya menunjuk [Nama Penerima Hibah] sebagai penerima hibah untuk setiap item yang dijabarkan di atas. Saya memiliki keyakinan bahwa penerima hibah ini akan menjaga dan menggunakan harta benda yang diberikan dengan penuh tanggung jawab.

3. Ketentuan Tambahan:

Saya berharap penerima hibah menggunakan harta benda ini dengan bijaksana. Saya memberikan kepercayaan kepada penerima hibah untuk mengelola dan memanfaatkan harta tersebut dengan itikad baik, dan saya berharap harta tersebut memberikan manfaat yang baik bagi mereka.

4. Penutup:

Saya menyatakan bahwa surat wasiat ini merupakan kehendak saya yang sah dan akan berlaku setelah meninggal dunia. Saya meminta agar pelaksanaan hibah ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang saya tetapkan dalam surat wasiat ini.

Saya menandatangani surat wasiat ini pada tanggal [Tanggal Penulisan] di hadapan saksi-saksi yang hadir di bawah ini.

[Tanda Tangan Anda]

Saksi:

1. [Nama Saksi 1]

Alamat: [Alamat Lengkap Saksi 1]

Tanda Tangan: [Tanda Tangan Saksi 1]

2. [Nama Saksi 2]

Alamat: [Alamat Lengkap Saksi 2]

Tanda Tangan: [Tanda Tangan Saksi 2]