Bahar bin Smith Bikin Petugas Bandara Soetta Dipecat, ini Penyebabnya

Jakarta, law-justice.co - Inilah sosok Bahar bin Smith yang membuat 3 petugas AVSEC Bandara Soekarno Hatta dipecat buntut dari video viral ciumi tangan Bahar Bin Smith sampai membungkuk saat turun dari pesawat.


Dalam video berdurasi 35 detik itu, memperlihatkan petugas AVSEC Bandara Seekarno Hatta menjemput Bahar bin Smith yang baru saja keluar dari pesawat.

Baca juga : Habib Bahar Minta Warga Jangan Saling Menghina Walau Beda Pilihan


Tampak tiga petugas AVSEC lengkap berbaju dinas warna biru menciumi tangan hingga membungkuk kepada Bahar bin Smith.

Setelah menciumi tangan, petugas itu sigap mengawal Bahar bin Smith hingga ke pintu kedatangan.

Baca juga : Apakah Penembakan Habib Bahar Smith Benar Terjadi?

Dalam video itu diberi keterangan "Para AVSEC Bandara Internasional Soekarno Hatta Mengawal Ketat Habib Bahar".

Video pertama kali diunggah di media tiktok oleh akun TikTok @addartsaqi.

Baca juga : MUI Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Bahar bin Smith Ditembak

"Serem juga kalau para AVSEC bandara malah `mengawal ketat` & tunduk pd Bahar ini, eks napi penganiayaan anak, yg dikenal penyebar kebencian & kekerasan berbasis agama. Saya meragukan keamanan di bandara nih klau kyak gini yg dipertontonkan AVSEC. @AngkasaPura_2," tulis Gun_Romli.

"Kok ada perlakuan & pengawalan khusus? @AngkasaPura_2 ???," timpal akun lainnya.

Video tersebut sudah lebih 240 ribu ditonton oleh warganet.

Selain @GunRomli, video viral tersebut juga diunggah oleh Denny Siregar.

Melalui akun instagramnya, Denny Siregar meminta tanggapan Angkasa Pura II.

"Ini @AngkasaPura_2 gimana tanggapan atas perilaku karyawannya ? Kok jadi gak profesional begini..," cuit Denny Siregar.

Kemudian unggahan Denny Siregar itu mendapat respon dari Komisaris Angkasa Pura II sekaligus Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari @fikisatari.

"Sudah langsung diberhentikan bang @dennysirregar 3 avsec (unorganik/outsource). Godaan puasa pisan nyak," katanya.

"Hahaha Siaaapp kerenn," jawab Denny.

Dikutip dari Wartakota, SM of Branch Communications and Legal Bandara Soekarno-Hatta M Holik Muardi mengatakan, setiap aviation security harus selalu mematuhi Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure/SOP).

Petugas harus memastikan keamanan dan keselamatan penerbangan dengan menjalankan pemeriksaan terhadap barang dan orang.

Lebih lanjut kata dia AP II, telah mengetahui adanya 3 petugas tersebut.

Ketiganya merupakan avsec non-organik yang telah melakukan pelanggaran SOP serta tindakan indisipliner saat bertugas di Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat, 31 Maret 2023.

"Ketiga avsec melakukan pelanggaran berat, yakni meninggalkan area kerja tanpa melapor ke atasan langsung lalu melakukan penjemputan dan pendampingan terhadap penumpang, di mana ini bukan SOP dari Avsec," kata Holik Muardi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/3/2023).

Tindakan yang dilakukan petugas AVSEC merupakan pelanggaran SOP berat dan sangat tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan dampak terkait aspek keamanan yang tidak diinginkan.

Atas pelanggaran tersebut, diambil tindakan tegas dengan memberikan sanksi terberat sesuai perjanjian kerja kepada ketiga avsec tersebut.

Sanksi berat yang dimaksud adalah pemberhentian.

Siapa sebenarnya Bahar bin Smith?

Bahar bin Smith lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 23 Juli 1985.

Dia anak pertama dari tujuh bersaudara.

Dia berasal dari keluarga Arab Hadhrami golongan Alawiyyin bermarga Aal bin Sumaith.

Ayah bernama Sayyid Ali bin Alwi bin Smith (wafat 17 Oktober 2011), sedangkan ibunya bernama Isnawati Ali berasal dari Minahasa Tenggara.

Pada tahun 2009, Bahar menikahi seorang Syarifah bermarga Aal Balghaits bernama Fadlun Faisal Balghoits.

Dari pernikahannya dengan Fadlun, Bahar dikaruniai empat anak: Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin Smith, Syarifah Aliyah Zharah Hayat Smith, Syarifah Ghaziyatul Gaza Smith, dan Sayyid Muhammad Rizieq Ali bin Smith. Anak terakhirnya, Ali, lahir pada tanggal 4 Februari 2018.

Bahar bin Smith merupakan pemimpin dan pendiri Majelis Pembela Rasulullah yang berkantor cabang di Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Selain itu dia juga merupakan pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin di Kemang.

Bersama para anggota Majelis Pembela Rasulullah,Habib Bahar kerap melakukan aksi razia dan penutupan paksa di beberapa tempat hiburan di Jakarta.

Aksinya yang paling menonjol adalah ketika dia menggerakan sekitar 150 orang jamaah Majelis Pembela Rasulullah pada bulan Ramadan tahun 2012[6] untuk melakukan razia di Cafe De Most Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Hal tersebut dilakukannya karena kafe tersebut diduga sebagai sarang maksiat, dia kemudian menutup paksa Cafe De Most dan meminta agar tempat tersebut ditutup sebulan penuh selama bulan Ramadan.

Dia juga dikenal dekat dengan ormas Islam bentukan Muhammad Rizieq Shihab, Front Pembela Islam.

Bahkan, Selain Rizieq Shihab, Bahar merupakan tokoh utama penggerak serangkaian Aksi Bela Islam yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama diadili terkait pernyataannya yang menghina Islam.

Kasus-kasus yang Menjeratnya

Bahar pernah ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian.

Kasus ini bermula dari ceramahnya di acara Maulid Arba`in di Gedung Ba`alawi, Palembang, Sumatera Selatan, 8 Januari 2017.

Ujaran kebencian terhadap Jokowi juga disampaikan Bahar saat mengisi kajian di Batu Ceper Tangerang, Banten pada 17 November 2018. Saat itu, Bahar menyebut Jokowi sebagai pengkhianat negara dan rakyat. Bahar bahkan menyebut Jokowi banci dan memintanya untuk membuka celana.

Bahar kemudian dilaporkan oleh kelompok Jokowi Mania ke Bareskrim Polri pada 29 November 2018. Beberapa waktu kemudian ia ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat Pasal Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia terancam dipidana penjara maksimal 5 tahun.

Lalu, pada 5 Desember 2018, Bahar dilaporkan ke polisi atas perbuatan penganiayaan terhadap dua remaja.

Kejadian berawal saat kedua korban dijemput paksa oleh orang-orang atas suruhan Bahar bin Smith dari rumah masing-masing pada hari Sabtu, 1 Desember 2018, dengan dua unit mobil.

Penjemputan tersebut dilakukan dengan alasan kedua korban berpura-pura dan mengaku sebagai Bahar bin Smith pada sebuah acara di Bali, 29 November 2018.

Kemudian, kedua korban dibawa ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyib di Kampung Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di tempat tersebut, kedua korban dipukuli secara brutal dan bergantian dilakukan oleh dan atas perintah Bahar bin Smith.

Peristiwa penganiayaan itu direkam dengan menggunakan telepon seluler, kemudian diunggah ke Youtube.

Rekaman ini kemudian dijadikan salah satu barang bukti oleh polisi. Saat direkam, korban dalam kondisi babak belur dengan luka memar dan terlihat banyak darah di wajahnya.

Atas tindak penganiayaan tersebut, Bahar disangkakan dengan Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 333 KUHP dan atau Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002.

Bahar hendak kabur melarikan diri dan mengganti nama menjadi "Rizal" sesuai dengan perintah seseorang yang disebut Polri sebagai "pimpinan tertinggi".

Pada tanggal 18 Desember, Bahar ditahan oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat setelah menjalani pemeriksaan.

Bahar mengaku sedang melatih bela diri kepada kedua korban.

Sidang vonis kasus Bahar digelar 9 Juli 2019.

Majelis hakim menjatuhkan vonis 3 tahun penjara.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan awal jaksa terhadap Bahar.

Putusan hakim direspons peserta sidang dengan ucapan "hamdalah".

Para pendukungnya juga menggemakan takbir di ruang sidang.

Usai Divonis Seusai persidangan, Bahar beranjak dari kursi pesakitannya dan menyalami majelis hakim.

Dia lalu mendekati bendera merah putih yang berada di kiri meja majelis hakim dan menciumnya beberapa kali sebelum keluar ruang sidang dengan pengawalan petugas kepolisian.

Pengacara Bahar meminta waktu selama 7 hari untuk berpikir mengenai upaya hukum.

Namun, mereka mengapresiasi putusan hakim yang dinilai objektif dan proporsional. Senada dengan kuasa hukum, jaksa penuntut umum Suharja menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim. 

Pada 16 Mei 2020, Bahar dibebaskan lebih awal berkat Program Pembebasan Bersyarat Asimilasi yang diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Tiga hari setelah itu, dia ditangkap kembali karena melanggar Pembatasan sosial berskala besar dengan mengumpulkan massa untuk mengikuti ceramahnya.

Pengacaranya, Aziz Yanuar, menyangka penangkapan kembali ini terkait ceramahnya pada Sabtu malam yang menyinggung penguasa.