Aturan Kenaikan UMP 2023 Maksimal 10 Persen Bakal Digugat Pengusaha

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah pengusaha menegaskan bahwa bakal menggugat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023.

Rencana gugatan itu disampaikan oleh Ketua KADIN Indonesia, Arsjad Rasjid usai bertemu dengan sejumlah asosiasi pengusaha yang menjadi anggota organisasinya.

Baca juga : Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Arsjad Rasjid: Kita Punya Misi Sama

Alasannya kata dia, langkah hukum itu dilakukan pengusaha demi menjaga stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja dan keadilan pengusaha.

"Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka Kadin bersama dengan asosiasi pengusaha dan seluruh perusahaan anggota Kadin terpaksa melakukan uji materiil terhadap Permenaker No. 18/2022," ujar Arsjad dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Kamis (24/11).

Baca juga : Prabowo Gibran Menang Sengketa Pilpres, Kadin : Beri Kepastian Usaha

Dia mengatakan apapun hasil gugatan uji materi itu, akan diterima oleh pengusaha.

"Namun apapun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya," lanjutnya.

Baca juga : Arsjad Rasjid: Kita Hormati Keputusan untuk Dukung Stabilitas Politik

Sementara itu Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan HAM Kadin, Dhaniswara K. Hardjono menambahkan gugatan dilakukan karena aturan kenaikan UMP 2023 yang dikeluarkan Ida pekan lalu tersebut menimbulkan ketidakpastian.

Dia menambahkan jika mengacu putusan MK atas uji materi UU Cipta Kerja, beleid yang menjadi cantolan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan itu masih berlaku dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun (inkonstitusional bersyarat) hingga ada perbaikan.

Sepanjang UU Cipta Kerja masih dalam perbaikan sebagai imbas dari putusan itu, pemerintah tidak diperkenankan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan uu itu.

"Permenaker No 18/2022 menjadikan PP No 36/2021 tentang Pengupahan menjadi salah satu acuan hukum. Karena PP No 36/2021 tersebut merupakan salah satu aturan pelaksana dari UUCK yang diterbitkan sebelum adanya putusan inkonstitusional bersyarat, maka Permenaker No 18/2022 memiliki kaitan dengan UUCK. Sehingga dengan dikeluarkannya Permenaker 18/2022 ini menimbulkan dualisme dan ketidakpastian," katanya.

Menaker Ida Fauziyah pekan lalu menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18. Permenaker itu mengatur beberapa poin penting dalam penentuan kenaikan UMP 2023.

Pertama, kewajiban bagi pemerintah daerah menetapkan upah minimum 2023 berdasarkan aturan ini. Artinya, upah minimum 2023 harus terdiri atas;

a. Upah tanpa tunjangan atau
b. Upah pokok dan tunjangan tetap.

Kedua, rumus perhitungan upah minimum

Rumus kenaikannya = Upah tahun sekarang + (Penyesuaian Nilai Upah Minumum (UM) x UM(tahun sekarang).

Penyesuaian upah minimum dihasilkan dari dari inflasi+ (pertumbuhan ekonomi x indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu yaitu 0,10 sampai dengan 0,30).

Ketiga, kenaikan upah minimum provinsi tidak boleh melebihi 10 persen. Keempat, kebijakan kenaikan UMP paling lambat harus diumumkan 28 November 2022

Aturan dibuat setelah pengusaha dan pekerja ribut soal rumus yang akan digunakan untuk menentukan kenaikan UMP 2023. Pengusaha minta pemerintah menetapkan kenaikan UMP berdasarkan rumus yang diatur PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Sementara pekerja minta kenaikan UMP ditentukan berdasarkan rumus PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang diteken Jokowi pada 2015 lalu.

Ida dalam pertimbangan aturan itu mengatakan Permenaker 18 dibuat dengan beberapa pertimbangan. Pertama, menjaga daya beli masyarakat dan kelangsungan bekerja serta berusaha.

Kedua, demi upaya menciptakan kehidupan yang layak bagi pekerja atau buruh.

Ketiga, penetapan upah minimum melalui formulasi dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan belum dapat mengakomodasi kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini.