Risiko Putin Jika Nekat ke KTT G20 di Bali: Dibunuh dan Dikudeta

Jakarta, law-justice.co - Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya memutuskan untuk tidak menghadiri KTT G20 di Bali.

Rusia yang tengah berkonflik dengan negara tetangganya, Ukraina, tentu mengedepankan keamanan pemimpinnya.

Baca juga : Prabowo: Barat Standar Ganda soal Ukraina-Palestina!

Pasalnya, meninggalkan negaranya yang sedang kurang stabil, merupakan langkah berisiko bagi Putin.

Ia mungkin awalnya mempertimbangkan risiko itu jika dibandingkan kesempatan berjumpa dengan para pemimpin rekan Rusia seperti Xi Jinping dari China.

Baca juga : Amerika Umumkan Bantuan Militer Hampir Rp100 T untuk Ukraina

Menurut Dr Sara Meger, seorang dosen hubungan internasional dari University of Melbourne, risiko yang dihadapi Putin akan terlalu berat jika dibanding pertemuan tersebut.

"Jika dia meninggalkan negara Rusia, dia kemungkinan akan dibunuh, ini skenario yang akan terus bermain di kepalanya," kata Meger dikutip dari ABC News, Selasa (15/11/2022).

Baca juga : Gempar Serangan di Iran, Rusia Sampaikan Pesan Khusus ke Israel

Meninggalkan Rusia akan membuka kemungkinan kudeta atau risiko keamanan.

Selain itu, Putin tahu dia perlu meyakinkan rakyatnya bahwa dia memenangkan perang.

"Putin sedang menghadapi gejolak yang meningkat. Bagi sebagian orang di dalam negeri, dia terlalu keras atau terlalu lunak di Ukraina," kata Leonid Petrov, pakar politik dan bisnis di International College of Management Sydney dan Australian National University.

Sanksi dan masalah ekonomi telah membuat situasinya semakin tidak stabil, merusak kepercayaan pada rezim Putin sendiri.

Tindakannya di Ukraina telah mengusirnya dari panggung dunia, tetapi dia mungkin membutuhkan bantuan dari para pemimpin global lainnya untuk mengeluarkan dirinya dari kekacauannya.

"Putin ingin sanksi internasional dicabut dan negosiasi adalah bagian dari itu. Masalahnya adalah, siapa yang akan mempercayainya ketika dia melanggar janjinya untuk tidak menyerang Ukraina?" ujar Petrov.

Petrov mengatakan bahwa dengan menggantungkan prospek penggunaan persenjataan nuklirnya di Ukraina, Putin telah merusak posisinya secara serius di panggung dunia.

"Putin memiliki tombol nuklir dan tidak ada yang bisa menghentikannya menggunakannya," imbuh Petrov.

Keputusan Putin untuk melewatkan G20 akan menjadi kabar baik bagi musuh utamanya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Ukraina menyerukan agar undangan Putin ke G20 dicabut, dengan Zelensky memperjelas pandangannya tentang masalah tersebut.

"Posisi pribadi saya dan posisi Ukraina adalah jika pemimpin Federasi Rusia ambil bagian, maka Ukraina tidak akan ambil bagian," kata Zelensky.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina pekan lalu mengatakan Rusia harus dikeluarkan dari Kelompok 20 ekonomi utama, menambahkan bahwa Putin bertanggung jawab atas darah di tangannya.

"Putin secara terbuka mengakui memerintahkan serangan rudal terhadap warga sipil Ukraina dan infrastruktur energi," tulis juru bicara Oleg Nikolenko di Twitter.

"Dengan tangannya yang berlumuran darah, dia tidak boleh duduk di meja dengan para pemimpin dunia."

Menlu Rusia sempat Dilarikan ke RS

Pihak RSUP Sanglah alias RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar, Bali mengkonfirmasi kedatangan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (72).

Meski tidak membantah, namun pihak RS enggan berkomentar lebih lanjut dan memilih bungkam.

Sementara itu, Gubernur Bali I Wayan Koster kemudian buka suara mengenai kondisi kesehatan wakil Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20 Bali tersebut.

Kepala Bagian Humas RSUP Prof. Ngoerah, I Dewa Ketut Kresna membenarkan pihaknya menerima kedatangan menteri Rusia.

"Betul yang bersangkutan sempat dievakuasi ke rumah sakit. Kalau tidak salah sekitar pukul dua sore (14.00 WITA) dan sudah kembali sekitar pukul 4 sore (16.00 WITA)," terang Dewa Kresna melalui sambungan telepon.

Ia kemudian membeberkan pengamanan ketat dari pihak kepolisian dan TNI yang menjaga di sekitar rumah sakit.

Akses juga sangat dibatasi dan hanya diberikan pada tim medis rumah sakit dan tim Rusia sendiri.

Meski begitu, Ketut Kresna tak memberikan keterangan lebih lanjut maupun mengkonfirmasi secara pasti bahwa yang dirawat adalah Lavrov.

Ia hanya membenarkan bahwa yang dirawat di rumah sakitnya adalah pejabat tinggi dari Rusia.

Sementara itu, pihak admission rumah sakit enggan memberikan komentar saat dikonfirmasi.

"Itu adalah rahasia negara dan kami sendiri tidak punya kewenangan untuk menyebarkan informasi tersebut. Sudah banyak pihak yang bertanya tetapi kami juga tidak memiliki izin untuk hal tersebut," ucap petugas admission.

Dihubungi melalui aplikasi perpesanan Whatsapp, I Wayan Koster tak menampik bahwa Lavrov benar dibawa ke rumah sakit.

Namun rupanya, Lavrov hanya menjalani pemeriksaan kesehatan rutin untuk memastikan sang menteri dalam keadaan sehat.

"Beliau hanya kontrol, kondisi sehat," terang I Wayan Koster, dikutip Selasa (15/11/2022)

"Selesai kontrol di RS Sanglah langsung kembali."