Sidang Korupsi Pengadaan Pesawat, Albert Burhan Jadi Saksi Mahkota

Jakarta, law-justice.co - Terdakwa Albert Burhan menjadi saksi mahkota dalam sidang dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (persero) Tbk pada 2011 hingga 2021, Senin (14/11/2022).

Albert Burhan menjadi saksi untuk terdakwa lainnya Setijo Awibowo dan Agus Wahyudo. Hal ini dikemukakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana, Selasa (15/11/2022).

Baca juga : JPU Hadirkan Saksi Ahli dalam Sidang Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda

"Tim pengadaan pesawat yaitu terdakwa Setijo Awibowo, terdakwa Agus Wahjudo, dan saksi sendiri atas arahan Direksi Emirsyah, telah melakukan perubahan kriteria untuk penilaian pesawat dalam proses pemilihan armada tanpa penetapan dari Board of Directors (BOD)," kata Ketut menirukan keterangan Albert Burhan, Selasa.

Menurut Albert, perubahan kriteria itu membuat terpilihnya pesawat Bombardier CRJ-1000 sebagai pemenang pada rapat ke-4.

Baca juga : Terseret Korupsi Garuda, Dirut Pelita Air Albert Burhan Dicopot

"Padahal, dari hasil penilaian sebelumnya yaitu pada rapat Board of Directors (BOD) ke-1 sampai dengan ke-3, pesawat yang lebih unggul adalah Embraer," ujar Ketut.

Selain itu, Albert menuturkan pengadaan pesawat ATR 72-600 pada 2012 telah dilakukan sebelum kegiatan masuk dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Citilink Indonesia pada 2012.

"Sidang akan kembali dilanjutkan pada Jumat 18 November 2022 pukul 13:30 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota," pungkas Ketut.

Untuk diketahui, Albert Burhan didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada 2011 bersama Setijo Awibowo (VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012) dan Agus Wahjudo (Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014).

Ketiga terdakwa diketahui disidangkan dalam berkas terpisah. Selain itu, jaksa menjerat Emirysah Satar (Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2013) dan Soetikno Soedarjo sebagai pihak intermediary (commercial advisor) yang mewakili kepentingan Avions de Transport Regional (ATR) dan Bombardier.

Meski keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum disidangkan terkait perkara ini. Atas perbuatan mereka, negara mengalami kerugian USD 609.814.504 atau sekitar Rp 8,8 triliun.

Para terdakwa disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.