Suku Bunga Naik 4,75%, Properti dan Kendaraan DP 0%, Apa Dampaknya?

Jakarta, law-justice.co - Bank Indonesia (BI) melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka alias Down Payment (DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor dan properti menjadi paling sedikit nol persen, yang berlaku efektif 1 Januari sampai 31 Desember 2023.

"Langkah tersebut dilakukan sebagai lanjutan implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Oktober 2022, dilansir Antara, Kamis, 20 Oktober 2022.

Baca juga : Bank BTN Usul KPR Subsidi Buat Orang Bergaji Rp 8 Juta-Rp 15 Juta

Ia menjelaskan kebijakan DP nol persen diberikan untuk semua jenis kendaraan bermotor baru guna mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.


Sementara untuk properti, BI melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti yakni rumah tapak, rumah susun, serta ruko.

Baca juga : Apakah Hukum KPR dalam Islam Termasuk Riba? Begini Penjelasannya

Pelonggaran tersebut akan menyebabkan bank yang memenuhi kriteria rasio kredit atau pembiayaan macet atau Non Performing Loan/Non Performing Financing (NPL/NPF) tertentu bisa memberikan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi paling sedikit nol persen pula kepada masyarakat.

Melalui kebijakan tersebut, pertumbuhan kredit di sektor properti diharapkan bisa meningkat dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.

Baca juga : Jika Kredit KPR Macet, Apakah Debitur Bisa Dipidanakan oleh Bank

Perry Warjiyo melanjutkan implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif lainnya juga dilakukan dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar nol persen dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84 persen sampai 94 persen.

Selanjutnya rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) turut dipertahankan sebesar enam persen dengan fleksibilitas repo sebesar enam persen dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.

 

Suku Bunga Naik

Bank Indonesia (BI) telah resmi menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis poin, sehingga menjadi 4,75 persen. Kenaikan suku bunga acuan ini tentu akan berdampak pada sektor properti. Khususnya yang berkaitan dengan kredit pemilikan rumah (KPR).

Menurut Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya, hal ini memang yang dikhawatirkan. Mengingat The Fed terus menaikkan suku bunga, BI tentu harus melakukan penyesuaian. "Bahkan dengan inflasi yang mencapai 6,25 persen, tentu jadi pertimbangan. Karena bunga acuan masih lebih rendah terhadap angka inflasi," ujarnya, dikutip dari Kompas, Jumat (21/10/2022)

Naiknya suku bunga ini akan memberi dampak yang berat bagi sebagian konsumen. Karena ke depannya akan mengalami kenaikan angsuran KPR. Lalu bagi calon konsumen baru juga akan lebih menahan pembelian rumah seiring tingginya suku bunga. "Apalagi dengan ketentuan angsuran maksimal 1/3 dari total pendapatan," katanya.

Bambang menambahkan, proyek properti non-subsidi dan konsumennya bakal mendapat dampak paling berat. Sebab, bunga KPR non-subsidi mengacu pada BI7DRRR. "Dan sekarang tren (suku bunga) akan terus naik mengikuti The Fed," imbuhnya.

Untuk itu developer proyek non-subsidi mau tidak mau harus melakukan subsidi bunga. Agar calon pembeli tetap mampu mengangsur di tengah potensi kenaikan bunga KPR yang signifikan.  "Misal untuk 2-3 tahun pertama, agar tetap menarik konsumen. Dan dengan waktu 2-3 tahun baru ikut bunga KPR komersial, income mereka sudah naik, sehingga mampu melanjutkan angsuran normal," tuturnya.

Dia pun berharap ada langkah pemerintah untuk mengantisipati ancaman gagal bayar KPR serta melemahnya daya beli masyarakat. "Saat ini relatif masih normal, hanya kalau kenaikan bunga terus terjadi, ditambah ancaman resesi, serta tahun politik 2023/2024, dikhawatirkan akan banyak bad debt," pungkas Bambang.