Saham Garuda Belum Juga Aktif, Bakal Kena Delisting BEI?

Jakarta, law-justice.co - Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menghentikan aktivitas perdagangan sementara atau suspensi saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sejak 18 Juni 2021 lalu. Hal itu terjadi akibat tersangkut kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Saham perusahaan pelat merah terancam dihapus dari pencatatan saham jika tak juga aktif dalam 24 bulan atau melewati masa tenggat 18 Juni 2023 mendatang.

Baca juga : BEI: 51 Saham Terancam Delisting dari Bursa, Emiten Apa Saja?


Lalu, bagaimana nasib aktivitas perdagangan saham maskapai nasional tersebut di masa mendatang?

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia mengatakan, bursa dapat mempertimbangkan pembukaan suspensi saham Garuda jika perjanjian perdamaian telah berkekuatan hukum tetap. Hal yang dimaksud adalah telah terdapat putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA).

Baca juga : Respons Dirut Garuda Indonesia soal KPPU Terkait Kartel Tiket Lebaran

Selain itu, lanjutnya, Garuda harus memenuhi seluruh kewajiban penyebab suspensi efek, termasuk pelaksanaan Paparan Publik Insidentil.

"Dalam keterbukaan informasi Perseroan tanggal 11 Agustus 2022 juga telah dijelaskan bahwa rencana right issue baru akan dilaksanakan setelah adanya putusan MA terhadap permohonan kasasi. Sampai dengan saat ini belum terdapat putusan kasasi dari MA," ujar Nyoman dalam pesan singkat, dikutip Jumat (30/9/2022).

Baca juga : Garuda Indonesia (GIAA) Siapkan 1,4 Juta Kusi Penerbangan di Lebaran

Seperti diketahui, saham Garuda disuspensi sejak 18 Juni 2021. Saham emiten berkode GIAA ini terancam dihapuskan pencatatan sahamnya dari pasar modal Tanah Air atau delisting jika saham telah disuspensi lebih dari 24 bulan, atau berakhir pada 18 Juni 2023 mendatang.

Potensi delisting itu merujuk pada Pengumuman Bursa No. Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021 pada 18 Juni 2021 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.


Dalam perkembangannya, Garuda Indonesia telah menyelesaikan kasus PKPU melalui kesepakatan perjanjian perdamaian dengan para kreditur.

Garuda juga telah memperoleh restu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan penambahan modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMTED) atau rights issue. Aksi korporasi ini dilakukan untuk memfasilitasi suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp 7,5 triliun.

Perseroan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 225,58 miliar saham atau sebesar 871,44% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor ke perseroan dengan nilai nominal Rp 459 per saham.

Kementerian keuangan juga telah mengatur garis waktu atau timeline penerbitan rights issue pada November 2022, sebagai upaya memenuhi kewajiban pembayaran utang perusahaan sekaligus mengembangkan usahanya.